06 Agustus 2009

Teknologi Mikrohidro Warga Gunung Sawur


Untuk menghasilkan listrik dengan sumber energi ramah lingkungan, dapat dilakukan teknologi mikrohidro yang mudah dan murah. Itu sudah dibuktikan Sucipto, seorang warga Dusun Gunung Sawur di lereng selatan Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, sejak 1985 pada usianya yang 22 tahun.

"Dasar teorinya ada, saya peroleh dari ST (sekolah teknik, setingkat SMP) dan STM (sekolah teknik menengah, setingkat SMA). Namun, pembuatan alat kelengkapan dan pengembangan teknik mikrohidro secara keseluruhan saya pelajari otodidak," kata Sucipto, saat ditemui di rumahnya, sekaligus untuk bengkel kerjanya, Selasa (21/7).

Sucipto mulai dengan memotong material pelat logam ataupun pengelasan atau pengeboran besi, antara lain untuk pembuatan baling-baling turbin penggerak generator dan penyambung jaringan pipa untuk mengalirkan air sungai ke rumah turbin.

Pada tahun 1985, dengan dana seadanya, Sucipto menyusun rangkaian mikrohidro. Kemudian dilakukan percobaan berulang-ulang dengan sumber energi air sungai yang mengalir dekat rumahnya, Sungai Besuk Semut. Lambat laun Sucipto berhasil menunjukkan hasilnya: listrik. Masyarakat lalu meminta Sucipto lebih serius membuatnya.

Pada tahun 1990 mulai digagas dan dibuatlah mikrohidro. Dengan cara gotong royong dan penyediaan dana swadaya murni, mikrohidro hasil inovasi Sucipto ini selesai dibangun tahun 1992.

Melalui berbagai penyempurnaan sesudahnya, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Gunung Sawur kini menghasilkan listrik 13.000 watt (13 kilowatt). Sebanyak 79 keluarga Gunung Sawur menikmati penerangan listrik dari PLTMH itu.

PLTMH Gunung Sawur bagi Sucipto adalah titik awal aplikasi hasil industri rumahnya. Di teras rumah tak lebih dari ukuran 3 x 3 meter persegi, Sucipto membuat bengkel untuk pembuatan turbin serta kelengkapan PLTMH lainnya. Rangkaian detail peralatan yang tidak dibuat hanyalah generator. Meski bisa membuat sendiri, harga generator bisa mahal. Padahal kalau beli, Rp 9 juta yang buatan China berkapasitas 30.000 watt.

Sejak 1992 hingga 2009 ada 81 PLTMH buatan Sucipto. Energi listrik yang dihasilkan, 5.000 watt-40.000 watt, dan tersebar di Jawa Timur, yaitu Lumajang, Probolinggo, Ponorogo, Trenggalek, Malang, Mojokerto, Pacitan, dan Jember. Ada yang dipasang di Lampung dan Bengkulu.

Inspirasi kincir air

Sucipto terinspirasi dengan yang dilihatnya pada masa remaja, tahun 1980-an, yaitu kincir air di desanya, di Kecamatan Candipuro. Ia melihat sepuluh kincir air di berbagai desa menggerakkan turbin dan generator untuk menghasilkan listrik.

Kincir air terlalu besar dan bisa hancur diterjang banjir. Jadi Sucipto membuat yang lebih kecil, tetapi aman dari terjangan banjir.

Untuk membuat PLTMH dibutuhkan badan sungai sebagai sumber air dan bangunan pembelok air sungai atau mercu bendung. Aliran air yang dibelokkan akan menuju saluran pembawa yang dilengkapi bak pemerangkap pasir.

Bak ini berfungsi memperlambat laju aliran air. Di situ dipasang penyaring sampah dan saluran pembuang kelebihan air (spillway). Aliran air dari bak penampungan harus bersih, bebas dari sampah, endapan lumpur, dan pasir. Lalu, air diarahkan ke pipa pesat (penstock) untuk memutar baling-baling turbin.

Dinamai pipa pesat karena pipa ini ditujukan untuk mempercepat jalannya air memanfaatkan gaya gravitasi. Pipa pesat dipasang miring mendekati vertikal disertai ukuran pipa tertentu menyesuaikan debit atau intensitas laju airnya. Air itu lalu menggerakkan turbin. Putaran turbin menggerakkan generator dan diperolehlah listrik.

Air dilepas kembali melalui saluran akhir (tailrace) dan disatukan kembali dengan aliran sungai. Ketinggian air jatuh dari bak penampungan ke turbin melalui pipa pesat 7,5 meter dengan diameter pipa 18 inci serta panjang 23 meter.

Turbin yang digunakan buatan Sucipto dinamai tipe Cross Flow C4-24 dengan kecepatan putaran 555 rpm (putaran per menit). Kategori C4 untuk kode turbin bikinan Sucipto, sedangkan angka 24 merupakan diameter turbin 24 sentimeter.

Generator PLTMH Gunung Sawur kapasitasnya 20 kilovoltampere dengan putaran 1.500 rpm dan frekuensi 50 hertz. Daya terbangkit berkisar 13.000 watt, yang saat ini dimanfaatkan untuk 79 keluarga.

Kemunculan PLTMH secara swadaya murni lalu disusul PLTMH Poncosomo (1997) dan Kajar Kuning (2000) yang berjarak hanya ratusan meter. PLTMH Poncosomo menghasilkan 8.500 watt untuk 98 keluarga. Daya listrik dari PLTMH Kajar Kuning 6.500 watt dan digunakan 56 keluarga. Resident Representative Program Pembangunan PBB (UNDP) di Indonesia El Mostafa Benlamih-berkebangsaan Maroko-Selasa (21/7) mengunjungi PLTMH Gunung Sawur. Bersama unsur pimpinan UNDP Indonesia, Budhi Sayoko, El Mostafa melihat aplikasi teknologi mikrohidro berpotensi ditingkatkan supaya jauh lebih optimal menghasilkan listrik.

Manfaat produktif

Jaringan listrik PLN masuk wilayah Dusun Gunung Sawur dan sekitarnya pada tahun 1996. Namun, mikrohidro karya Sucipto hingga sekarang masih terus beroperasi.

Menurut beberapa warga pengguna, menggunakan listrik dari mikrohidro jauh lebih murah dibandingkan dengan listrik PLN. Menurut Sucipto, listrik mikrohidro dijual Rp 500 per kilowattjam, sedangkan listrik PLN seharga Rp 700 per kilowattjam.

Seperti disadari Sucipto, pemanfaatan listrik mikrohidro untuk usaha produktif warga desa masih sangat kurang. Di sinilah peran pemerintah ataupun lembaga terkait lain untuk memberikan insentif usaha produktif atau penciptaan nilai tambah produk yang bisa dihasilkan warga secara berkelanjutan dan kompetitif. Warga akan meraih untung jika diberi kesempatan untuk menjual listrik masuk ke jaringan PLN.

Read more...

05 Agustus 2009

30.000 Spesies Tanaman Indonesia Belum Tergali

Bangsa Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sayangnya, saking kayanya, bangsa yang kaya ini lupa akan kekayaannya. Pengusaha kosmetik Dr Martha Tilaar menyebutkan, sekitar 30.000 spesies tanaman di Indonesia belum tergali dengan baik oleh bangsa Indonesia sendiri.

Minimnya ahli herbal dan riset yang berkelanjutan membuat spesies-spesies ini masih menganggur di "kebun" Indonesia. Padahal, jika dilanjutkan, besar manfaatnya bagi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. "Saya sering merasa prihatin kenapa kita tidak memedulikannya. Pengalaman saya di luar negeri, di negara yang saya kunjungi tidak disebutkan nama Indonesia sebagai pemilik kekayaan alamnya, padahal menggunakan bahan dari Indonesia," ujar Martha di sela-sela penandatangan kerja sama Martha Tilaar Group dengan Universitas Indonesia untuk Program Studi Herbal di Rektorat UI, Depok, Kamis (30/7).

Pendiri dan pemilik Martha Tilaar Group itu mengaku, kini baru meneliti 565 spesies koleksi yang tertanam di Kampung Djamoe Organik Martha Tilaar di kawasan Cikarang. Oleh karena itu, Martha merasa perlu melakukan riset yang berkesinambungan dari provinsi ke provinsi untuk menggali ribuan kekayaan herbal lain yang berbeda-beda, misalnya Makatana dari Sulawesi Utara.

Namun, sulit dilakukan jika ahli herbal yang tersedia makin sedikit. Solusinya, lanjut Martha, harus ada langkah jangka panjang untuk menghasilkan tenaga yang kompeten dalam bidang herbal. Itu bisa dijangkau dengan kerja sama. Entah itu pelatihan atau dunia akademis, salah satunya melalui pembukaan Program Studi Herbal seperti yang dilakukan UI.

Melalui dunia akademis, tentu saja juga menghasilkan pengetahuan tentang pengelolaan kekayaan alam herbal yang dapat diteruskan ke generasi selanjutnya. "Pengelolaan oleh tenaga yang kompeten kiranya dapat mengangkat obat herbal menjadi public health," tandas Martha.

Read more...

Spesies Baru, Burung Bulbul Kepala Botak


Siapa menyangka di daratan Asia masih ada spesies burung yang baru saja diketahui. Penemuan ini mengejutkan karena dalam 100 tahun terakhir tidak pernah ditemukan spesies baru lagi di Asia.

Belum lama ini, ditemukan burung bulbul yang unik, satu-satunya burung di Asia dengan kepala yang botak. Burung yang diberi nama ilmiah Passeriformes pycnonotidae tersebut ditemukan para peneliti Worldwide Conservation Society (WCS) di Laos.

"Menemukan spesies burung baru merupakan hal yang amat langka saat ini," kata Peter Clyne, asisten direktur Program Asia di Wildlife Conservation Society (WCS) yang berpusat di New York. Burung tersebut ditemukan ilmuwan WCS masing-masing Will Duckworth dan Rob Timmins serta Iain Woxvold dari Universitas Melbourne, Australia,

Burung kepala botak itu termasuk kelompok burung yang dapat berkicau. Ukurannya sebesar burung kutilang dengan bulu-bulu berwarna hijau di punggungnya dan dada yang mengilap. Matanya yang besar dan hitam terlihat jelas di kepalanya yang botak.

Ia hidup di pepohonan yang jarang di kawasan karst atau perbukitan kapur di dataran rendah Laos. Lingkungan yang cukup terpencil dan sulit dijangkau itulah yang diduga membuat keberadaannya jarang ditemui manusia. Padahal kicauannya termasuk khas dengan suara melengking dan berulang-ulang.

Di dunia tak banyak burung berkepala botak seperti ini. Beberapa di antaranya yang sudah populer antara lain kalkun dan elang botak namun keduanya tak termasuk satu kelompok dengan bulbul.

Read more...

Bangau Storm, Si Muka Merah Jambu


Bangau storm (Ciconia stormi) adalah salah satu jenis burung langka yang masuk dalam seri perangko "Pusaka Hutan Sumatera". Menurut perkiraan, jumlah bangau storm di seluruh daerah persebarannya hanya tinggal 500 ekor saja.

Di Sumatera hanya terdapat 150 ekor. Jumlahnya yang terus menurun membuat International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengelompokkannya ke dalam status "genting" (Endangered/EN).

Bangau berukuran besar, panjangnya mencapai 80 cm. Bulunya dominan berwarna hitam dan putih dengan paruh merah yang sedikit melengkung ke atas. Lebih spesifik lagi, bulu sayap, punggung, mahkota, dan dan dada berwarna hitam, sedangkan bulu pada tenggorokan, tengkuk, perut, dan ekor berwarna putih. Kulit mukanya berwarna semu merah jambu, sangat nyata saat berbiak.

Di Indonesia, bangau storm tersebar di Kalimantan dan Sumatera. Mereka hidup di hutan primer dan dataran rendah, hutan awet-hijau, dan hutan rawa air tawar di kawasan Sunda Besar. Biasanya mereka hidup soliter atau membentuk kelompok kecil.

Bangau storm membangun sarangnya secara berkoloni (berkelompok). Sarangnya pernah ditemukan di Sumatera pada ketinggian 8,3 m pada pohon bakau Rhizophora mucronat. Posisi sarang yang tinggi di atas sungai ini merupakan strategi anti-predator.

Meskipun secara hukum dilindungi di semua lokasi sebarannya di Indonesia, namun bangau storm juga membutuhkan pengelolaan kawasan lindung yang efektif. Mari kita bantu lestarikan mereka!

Read more...

Menunggu Ujung Cerita Komodo Flores


Ibarat sebuah lakon, komodo (Varanus komodensis) saat ini sedang menjadi tokoh utama masalah lingkungan dan pariwisata nasional. Semua masih menunggu ujung ceritanya. Akan jadi manis atau jadi lelakon kontroversial sebagaimana tambahan 8 ekor gajah dari 31 gajah milik Taman Safari Bali di Kabupaten Gianyar kini.

Pekan lalu, Taman Nasional Komodo, salah satu habitat asli komodo di Nusa Tenggara Timur, diumumkan menjadi salah satu finalis Tujuh Keajaiban Dunia Baru yang digelar Yayasan Tujuh Keajaiban Dunia Baru.

Bersama 27 finalis lainnya, Taman Nasional Komodo telah menyisihkan 440 nomine dari 220 negara.

Namun, di internet, ajakan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk mendukung pemilihan itu sama kencangnya dengan seruan penolakan rencana pemindahan 10 ekor atau 5 pasang komodo dari Wae Wuul, Manggarai Barat, Pulau Flores, NTT, ke Provinsi Bali. Di situs jejaring sosial Facebook, misalnya, seruan itu berbunyi tajam, yakni ”Tolak Rencana Pemindahan Komodo ke Bali”.

Rencana itu menjadi polemik terbaru tentang komodo, yang secara bersamaan juga terimbas masalah aktivitas pertambangan emas di wilayah Batugosok, yang juga terletak di Kabupaten Manggarai Barat.

Masyarakat NTT sejak awal menolak dengan tegas rencana ini. Mulai dari lembaga swadaya masyarakat pemerhati lingkungan, DPRD Kabupaten Manggarai Barat, kepala daerah di Flores, hingga DPRD dan Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Gerakan Pelestarian Komodo Flores, misalnya, menggalang aksi mengumpulkan tanda tangan sebagai bentuk penolakan rencana itu. Muncul penilaian, pemerintah pusat otoriter jika rencana itu benar-benar direalisasikan.

”Jika akan dipindah, sebaiknya jangan ke Bali karena habitat di sana sangat berbeda dengan habitat aslinya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Pemurnian genetik itu tidak gampang, begitu pula memindahkan hewan ini,” ujar Bupati Manggarai Barat Wilfridus Fidelis Pranda.

Sejumlah kalangan juga menilai pemindahan komodo ke Bali dalam aspek pariwisata sangat merugikan NTT, dan Bali sekaligus. Flores kehilangan pesona komodonya, sedangkan keunikan seni tradisi dan wisata religi Bali ”teracak-acak” konsep supermarket wisata: puluhan gajah, komodo, dan entah apa lagi kelak....

Apalagi, proses pemurnian genetik itu kabarnya dijadikan atraksi wisata andalan oleh Taman Safari Bali. Dikhawatirkan wisatawan tak lagi berminat ke timur, mengunjungi habitat asli komodo di Flores.

Masyarakat Bali sudah mengambil hikmah dari polemik masuknya tambahan 8 ekor gajah ke Taman Safari Bali yang berujung pelarangan penambahan gajah ke Bali hingga selesainya kajian tentang daya dukung wilayah Bali sejak awal tahun ini.

Kajian terhadap daya dukung Bali itu, misalnya, seberapa besar sih minat turis menonton pertunjukan gajah di Bali? Apa tidak sulit mencari pakan bagi puluhan hewan besar itu? Dalam sehari, seekor gajah butuh kira-kira 2 kuintal makanan berupa pelepah kelapa, buah dan sayuran, serta rumput.

Harap dicatat, sampai saat ini di seluruh Bali sudah ada 86 ekor gajah yang ”dipekerjakan” di tiga taman wisata, yaitu 31 ekor di

Taman Safari Bali (di Lebih, Gianyar), sisanya ada di Taro Gajah Safari (Ubud, Gianyar), dan Bakas Adventures (Klungkung). Selain untuk atraksi wisata, gajah-gajah itu umumnya ditunggangi turis untuk bersafari keluar-masuk desa.

Kekhasan pariwisata Bali yang mengunggulkan wisata budaya dan religi sudah lama dikhawatirkan luntur dan luruh jika pengusaha wisata Bali mengadopsi atraksi wisata satwa seperti gajah dan komodo, juga segala hal, masuk ke sana. ”Bali itu terkenal karena budayanya, bukan karena gajah atau binatangnya. Pariwisata budaya itu sampai kapan pun harus tetap dipertahankan,” kata Gede Nurjaya, mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Agung Wardhana menyatakan, penempatan komodo di Bali menuntut penciptaan habitat buatan agar menyerupai habitat aslinya di Wae Wuul. Untuk itu, ia mendesak Departemen Kehutanan membuka kepada publik kajian analisis mengenai dampak alam dan sosial atas rencana itu.

Sebagaimana termuat dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap 10 ekor komodo, tujuan utama pemindahan adalah pemurnian genetik. Rencana pemurnian yang akan dilakukan oleh Taman Safari Bali itu, kata Menteri Kehutanan MS Kaban, juga sudah mendapatkan persetujuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kaban menyatakan, pemerintah mengambil langkah tersebut sekaligus untuk menyelamatkan komodo di Pulau Flores dari ancaman kepunahan. Proses pemindahan juga penting karena komodo di Pulau Flores kini terancam karena hidup di areal semak belukar penuh rumput kering yang pada musim panas sangat mudah terbakar. Persoalan yang lebih penting: komodo mulai masuk ke perkampungan dan memangsa ternak warga.

Namun, otoritas Taman Safari Bali enggan berkomentar tentang polemik ini. Namun, Seperti ditegaskan Direktur Taman Safari Indonesia Tonny Sumampau, pemurnian genetik semata-mata demi kepentingan konservasi, dan komodo yang dikembangbiakkan di Taman Safari Indonesia tidak ditujukan untuk dijual atau ditukarkan dengan satwa dari luar negeri.

Selain Taman Safari, sejumlah lembaga konservasi eksitu (luar habitat alami) telah mengoleksi komodo, di antaranya Kebun Binatang Ragunan (Jakarta), Kebun Binatang Surabaya, dan Kebun Binatang Gembira Loka (Yogyakarta).

Namun, seperti dilansir Kompas.com, data genetika komodo di semua daerah di NTT sebenarnya sudah tersedia, yakni hasil penelitian Tim Peneliti Kajian DNA Molekuler Komodo Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI beberapa tahun lalu. Kajian diversitas genetik itu diperoleh setelah meneliti 154 sampel darah komodo yang dikoleksi dari Pulau Flores bagian utara, Flores bagian barat, Gili Montang, Nusa Kode, Rinca, dan Pulau Komodo.

Itulah sebabnya, argumen pemurnian genetik di Bali itu dinilai salah tempat. Menurut Koordinator Gerakan Pelestarian Komodo Flores Rofino Kant, pemurnian itu semestinya dilakukan di habitat aslinya, bukan di Bali. Seiring dengan hal itu, pemerintah pusat justru lebih tepat meningkatkan fasilitas konservasi komodo di Flores. ”Fasilitas di Wae Wuul amat minim. Begitu pula fasilitas secara umum dalam lingkup Balai Konservasi Sumber Daya Alam II yang meliputi Flores-Alor-Lembata.

Penolakan-penolakan itu sesungguhnya adalah bentuk kecintaan masyarakat kepada komodo dan habitat aslinya. Jelas publik menunggu pencabutan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut, dan pernyataan pembatalan rencana pemurnian genetik komodo oleh Taman Safari Indonesia.

Read more...

Penyu Dibantai untuk Diambil Telurnya


Perburuan telur penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) di pesisir barat laut Kalimantan Barat, yaitu di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, tidak terbatas mengambil telur dari sarang penyu. Sebagian pemburu telur bahkan membunuh dan membelah penyu untuk diambil telurnya.

Dalam perjalanan melihat habitat penyu di pesisir pantai Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, bersama WWF Indonesia, Kamis-Sabtu (30/7-1/8), ditemukan bangkai seekor penyu yang mulai membusuk, sekitar 2 kilometer sebelah selatan permukiman penduduk. Bagian perut penyu dengan panjang tubuh 98 sentimeter dan lebar 86 sentimeter itu terbelah dari samping.

Mulyadi, anggota staf monitoring WWF Indonesia Program Kalimantan Barat, menuturkan, warga melihat bangkai penyu tersebut, Sabtu (25/7), dan melaporkan ke kantor WWF di Kecamatan Paloh, Minggu (26/7).

”Saat kami datang, Senin, bangkai penyu belum bau. Diperkirakan penyu dibunuh pada Sabtu dini hari,” katanya.

Turtle Monitoring Officer WWF-Indonesia Program Kalbar Dwi Suprapti menyatakan, dari corak di tempurungnya, penyu tersebut merupakan penyu hijau. Penyu betina yang diperkirakan berusia lebih dari 30 tahun itu dibunuh saat bertelur di pantai.

Dalam pantauan WWF selama dua bulan terakhir, di sepanjang 63 kilometer pesisir pantai Paloh ditemukan enam bangkai penyu hijau dalam kondisi tubuh terbelah. Jumlah riil penyu yang dibantai untuk diambil telurnya diperkirakan lebih banyak mengingat pemantauan WWF hanya di titik-titik tertentu.

Brigadir Satu Sari Wahyono, Komandan Satuan Perintis Polisi yang bertugas di Pos Perbatasan Desa Temajuk, menyatakan, warga pernah melaporkan sejumlah orang yang dicurigai memburu telur penyu dengan cara membunuh. Namun, pihaknya tidak bisa gegabah menangkap orang itu tanpa bukti yang kuat.

Sekretaris Desa Temajuk Asman mengatakan, perburuan telur penyu lumrah bagi sebagian warga untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Mereka melakukan saat melintasi tepi pantai yang menjadi jalur transportasi darat satu-satunya.

”Selama akses jalan darat belum dibangun dan warga masih lewat tepi pantai, besar kemungkinan bagi mereka mengambil telur penyu,” katanya

Read more...

Populasi Komodo di Cagar Alam Wae Wuul Turun


Populasi komodo (Varanus komodoensis) di kawasan cagar alam Wae Wuul, di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur berada dalam posisi sangat terancam atau rentan untuk punah, karena jumlahnya terus mengalami penurunan secara signi fikan dalam kurun waktu 18 tahun.

Hal itu sebagaimana siaran pers tertulis yang diberikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Komodo Survival Program (KSP), yang ditandatangani oleh Program Coordinator Deni Purwandana. Dari survei populasi komodo dan mangsanya yang dilakukan pada 22 Juni -19 Juli 2009 di Cagar Alam Wae Wuul, ditangkap komodo hanya 17 ekor. Survei itu dilakukan bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) NTT.

Dengan jumlah populasi komodo itu berarti telah mengalami penurunan secara signifikan, sebab dari penelitian di tempat yang sama tahun 1991 ditemukan 66 ekor komodo, sedangkan tahun 2000 sebanyak 19 ekor. Tingkat kepadatan populasi komodo di tahun 2000 itu juga 10 kali lebih rendah dari yang dapat ditangkap di Taman Nasional Komodo (TNK).

Komodo yang berhasil ditangkap dalam survei itu pun ukurannya di bawah 4 kilogram (kg), dan yang paling besar hanya seekor, yaitu seberat 19 kg. Tidak ada seekor komodo pun yang beratnya lebih dari 20 kg.

Di sisi lain, populasi mangsa komodo, seperti rusa Timor (Cervus timorensis) juga mengalami penurunan. Penurunan jumlah populasi komodo itu diperparah dengan penurunan populasi mangsa, juga tingginya tekanan aktivitas manusia seperti penurunan rusa, dan pembakaran padang rumput di sekitar, maupun di dalam kawasan cagar alam.

"Dengan kondisi seperti ini perlu dilakukan pengelolaan habitat lebih baik lagi untuk mencegah ancaman yang mengganggu proses ekologis seperti kebakaran hutan," kata Ketua Komodo Survival Program (KSP) Jeri Imansyah yang dihubungi dari Ende, Flores, Sabtu (1/8) kemarin.

Jeri juga menyatakan, dengan mencermati jumlah populasi komodo di Wae Wuul itu, maka rencana pihak departemen kehutanan untuk pemurn ian genetik dengan memindahkan 5 pasang komodo di Wae Wuul ke Taman Safari Bali justru akan mengancam kepunahan komodo Flores.

Pihak KSP juga meminta Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13 Mei 2009 tentang pemberian izin menangkap 10 ekor komodo di wilayah kerja Balai Besar KSDA NTT dibatalkan.

Menurut Jeri, salah satu opsi mendesak yang bisa dilakukan untuk melestarikan komodo Flores adalah dengan mengintroduksi mangsa komodo atau rusa ke Wae Wuul, meski hal itu juga perlu kajian.

Read more...

04 Agustus 2009

Waduh, Petugas BKSDA Jual Telur Penyu



Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat menjual ribuan telur penyu untuk membiayai operasional Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Padahal, mereka direkrut untuk mengawasi dan mengelola penangkaran penyu.

Kondisi ini ironis mengingat penyu dan telurnya merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ketentuan dalam undang-undang itu menyebutkan, pelaku yang mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan, atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi bisa dikenai hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Penjualan telur penyu oleh karyawan lepas di Taman Wisata Alam (TWA) Tanjung Belimbing diakui Furqon, Kepala Resor KSDA Kecamatan Paloh yang membawahkan TWA Tanjung Belimbing, Sabtu (1/8). Penjualan berlangsung sejak BKSDA mengelola penuh TWA Tanjung Belimbing Januari 2009.

”Sebagian telur ditangkarkan, sebagian lagi dijual untuk membiayai penangkaran penyu dan ongkos orang yang menjaga di TWA,” kata Furqon.

Menurut Furqon, inisiatif penjualan telur penyu muncul dari Latif, karyawan lepas yang direkrut BKSDA untuk menjaga kawasan TWA yang memiliki panjang pantai sekitar 10 kilometer. Latif selanjutnya mempekerjakan 8 orang untuk menjaga penangkaran dan berpatroli mengambil telur-telur dari sarang penyu di pantai, baik yang berada di dalam TWA maupun di luar TWA.

Latif memberikan laporan bulanan kepada Furqon tentang jumlah telur yang ditetaskan, tetapi tidak memberikan laporan jumlah telur yang dijual. ”Semua dikelola Latif. Kepala Seksi KSDA Singkawang (yang membawahkan TWA Tanjung Belimbing) dan Kepala BKSDA juga mengetahuinya,” kata Furqon.

Latif yang ditemui secara terpisah mengakui menjual sebagian telur penyu untuk upah dirinya dan 8 anak buahnya serta membeli ikan untuk pakan tukik (anak penyu). Ia mengambil honor Rp 700.000 setiap bulan, sedangkan 8 karyawannya digaji Rp 300 untuk setiap butir telur yang diambil dari sarang penyu.

”Terpaksalah kami jual sedikit-sedikit karena tidak ada pendanaan. Setiap akhir bulan dijual, untuk menggaji tenaga yang mengambil telur di pantai dan menjaga penangkaran,” katanya.

M Zaini, tenaga yang dipekerjakan Latif, mengatakan, pada musim penyu bertelur bulan April-Juli dapat dikumpulkan sekitar 200 butir telur setiap malam. Saat ditemui, Sabtu dini hari, Zaini tengah mencari telur penyu di pantai.

Telur yang ditangkarkan dan dilaporkan Latif ke Resor KSDA Paloh setiap bulan maksimal hanya 2.000 butir.

Warga pernah tiga kali melapor kepada polisi tentang praktik penjualan telur penyu oleh Latif dan kelompoknya. Namun, laporan itu belum ditanggapi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebagian besar telur penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) hasil perburuan di Kecamatan Paloh, Sambas, dijual dan diselundupkan ke Serawak, Malaysia

Read more...

Monyet Ekor Panjang Punya Rumah Baru





Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memang tidak tergolong satwa yang dilindungi. Justru karena alasan tersebut monyet jenis ini paling rentan terhadap ekspoitasi baik diburu, diperdagangkan, dan dijadikan objek tontonan. Padahal monyet ekor panjang memiliki fungsi ekologis yang tak kalah penting dibandingkan jenis primata lain yang dilindungi. Oleh sebab itulah tidak ada alasan bagi IAR untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap satwa ini. -AR. Darma Jaya Sukmana, Direktur Eksekutif International Animal Rescue-

MANUSIA menyebutnya dengan beragam nama. Orang Bali menyebutnya Bojog; orang Jawa Tengah dan Jawa Timur memanggilnya Kethek; sementara orang Jawa Barat memanggilnya Kunyuk, Oces maupun Monyet. Dengan tinggi tubuh antara 38-76 cm, primata ini terlihat kokoh dengan balutan mantel rambut berwarna cokelat kemerah-merahan di bagian bawah dan wajah meninjol dengan warna keputihan.

Walau banyak nama untuk menyebutnya, hewan yang dimaksud adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), primata yang jamak dijumpai di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Konon, Sir Thomas Stamford Raffles memberi nama ini saat ia berusia 40 tahun di tahun 1821. Macaca berarti monyet dalam bahasa Portugis, macaco. Sementara fascicularis kemungkinan mengacu pada kelompok kecil, 5-6 ekor per kelompok.

Pagi di awal bulan Agustus, Sabtu (1/8), lima belas monyet ekor panjang dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di Pulau Panaitan, Taman Nasional Ujung Kulon, usai merampungkan masa rehabilitasi di pusat rehabilitasi satwa International Animal Rescue (IAR) di Ciapus, Bogor.

Beruntung, mereka dirawat oleh IAR, lembaga yang secara konsisten berupaya untuk menyelamatkan monyet ekor panjang dari kepunahannya. Sayangnya, sebagai primata yang mampu hidup dalam beragam kondisi dari hutan bakau di pantai, dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 2.000 mdpl, monyet ekor panjang bukan termasuk satwa yang dilindungi. Lebih-lebih, monyet yang bisa memanjat sembari melompat sejauh 5 meter ini sering menjadi subyek eksploitasi. Bukan hanya menjadi olok-olokan antara manusia lantaran kenakalannya mirip dengan manusia, tetapi juga sering menjadi hewan percobaan dalam riset biomedis seperti HIV-AIDS, produksi vaksin polio, kardiovaskuler dan gastoentrik .

Tak heran, banyak monyet ekor panjang diserahkan kepada IAR dengan kondisi yang tak sempurna. Misalnya, ada satu monyet ekor panjang yang kehilangan ekornya lantaran dibabat oleh pemiliknya. Sudah kehilangan organ tubuhnya, monyet yang bisa berenang dengan baik ini juga kehilangan fungsi sosialnya sebagai satwa yang mestinya hidup berkelompok.

Panaitan, habitat anyar 15 monyet ekor panjang

Karena termasuk hewan yang gesit, saat pelepasliaran monyet ekor panjang, relawan IAR harus berjibaku menangkap dan membiusnya berulang kali demi memudahkan proses pemindahan dan menghindari monyet ekor panjang dari stres. Dalam keadaan tertidur, relawan IAR perlahan-lahan mengeluarkan monyet ekor panjang dari kandang rehabilitasi dan dengan leluasa melakukan proses pemeriksaan satwa. Mulai dari menimbang, memasang microchip, hingga mengambil sampel darah untuk memastikan kesehatan monyet.

Relawan membutuhkan sedikitnya lima jam untuk memeriksa dan memindahkan lima belas monyet ekor panjang tersebut dari kandang rehabilitasi ke kandang transport. Sesudahnya, mereka diusung ke Pulau Panaitan, bakal habitat monyet ekor panjang di sebelah barat laut Jawa dekat Ujung Kulon.

Mengapa Pulau Panaitan? Pulau seluas 17.500 hektar tersebut menggudangkan hutan dan beragam hewan liar seperti rusa, babi hutan, ulat phyton, monyet dan juga berbagai macam burung. Nantinya, dengan merekalah monyet ekor panjang membaur. Areal Pulau Panaitan yang luas merupakan alasan utama monyet ekor panjang diangkut ke kawasan ini. Pertimbangan lainnya adalah soal ketersediaan pakan, jauh dari masyarakat, tipe vegetasi yang ditumbuhi pohon-pohon yang sesuai dengan tempat tidur monyet, hingga pertimbangan satwa lain yang menjadi pesaing dan predatornya.

Di Pulau Panaitan, lima belas monyet ekor panjang yang terbagi dalam tiga kelompok ini menempati kandang habituasi selama tiga hari. Disana, mereka belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan anyar sebelum akhirnya benar-benar dilepasliarkan. Maklum, meski sudah menjalani proses rehabilitasi, lepas dari ketergantungan manusia adalah masa yang sulit bagi monyet-monyet ini pada awal pelepasliaran.

Karenanya, saat beberapa monyet ekor panjang kembali ke kamp relawan IAR, mereka harus dihalau agar kembali ke hutan. Meski telah melepasliarkan monyet, pekerjaan relawan IAR tak serta-merta usai. Mereka masih harus melakukan pengamatan selama kurang lebih dua minggu untuk memastikan monyet-monyet ini bisa bertahan hidup di lingkungan barunya.

Read more...

Kondisi Tukik di TWA Tanjung Belimbing Memprihatinkan


Selain persoalan yang muncul bahwa Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing, Kalimantan Barat, dibiayai dari penjualan ribuan telur penyu, kondisi penangkaran tukik di sana juga ternyata memprihatinkan. Pengelolaan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi mengakibatkan setiap hari sebagian besar tukik mati.

"Dari 25 telur yang ditangkarkan, paling-paling hanya dua butir yang menetas. Itu pun belum tentu bisa bertahan selama pembesaran. Padahal, tiap hari diberi pakan dua kali dan airnya diganti," kata Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam Kecamatan Paloh Furqon yang membawahi Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing, Senin (3/8).

Saat ini diperkirakan ada sekitar 500 ekor tukik yang dipelihara di kolam pembesaran TWA Tanjung Belimbing. Pemantauan Kompas, Sabtu (1/8), menunjukkan, ada tiga jenis tukik yang dipelihara di sana, yakni dari jenis penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), serta penyu lekang (Lepidochelys olivacea).

Di kolam pembesaran tersebut sedikitnya ada empat tukik yang mati dan mengapung di permukaan air.

Data pelaporan Resor Konservasi Sumber Daya Alam Paloh mengenai penetasan telur, dari sekitar 5.000 telur yang ditetaskan pada Januari-April 2009, ternyata hanya 10 butir telur yang menetas. Selebihnya telur-telur itu membusuk dan terpaksa dibuang.

Turtle Monitoring Officer WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat Dwi Suprapti menilai, lokasi tempat penetasan telur yang jauh dari tepi pantai turut memengaruhi kegagalan penetasan telur penyu.

Banyak bakteri

Di lokasi itu kemungkinan besar terdapat banyak bakteri yang bisa membusukkan telur penyu. Selain itu, suhu di sana juga diperkirakan tidak memenuhi standar ideal penetasan telur penyu yang berkisar 20 derajat hingga 30 derajat sehingga banyak embrio penyu yang mati.

Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Singkawang, yang membawahi TWA Tanjung Belimbing, Junaidi mengungkapkan, idealnya memang telur penyu itu dibiarkan di habitat aslinya dan tidak dipindahkan.

Pemindahan yang dilakukan petugasnya dimaksudkan untuk menyelamatkan telur dari perburuan liar. Adapun pembesaran dilakukan agar tukik terlindungi dari predatornya di alam.

Namun, menurut Dwi, pemeliharaan penyu di kolam pembesaran justru tidak baik bagi daya tahan hidup penyu saat dilepas ke habitat aslinya.

Pasalnya, penyu yang dibesarkan di kolam tidak lagi memiliki kemampuan berenang yang cepat untuk menghindari predator di laut. Selain itu, penyu menjadi bergantung pada manusia yang memberi pakan.

"Kami punya pengalaman di Alas Purwo (Jawa Timur) dengan memelihara penyu selama satu tahun baru dilepas dengan harapan bisa lebih bertahan dari predator. Namun, yang terjadi justru penyu yang dilepas ke laut selalu mendatangi kapal nelayan karena dikira mereka mau memberi pakan," katanya.

Sekretaris Desa Temajuk Asman, seperti dimuat sebelumnya di harian ini (Minggu, 2/8), mengatakan, perburuan telur penyu lumrah bagi sebagian warga untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Mereka melakukan perburuan saat melintasi tepi pantai yang menjadi jalur transportasi darat satu-satunya.

"Selama akses jalan darat belum dibangun dan warga masih lewat tepi pantai besar kemungkinan bagi mereka mengambil telur penyu," katanya.

Telur penyu kadang-kadang didapatkan dengan membunuh langsung induknya dan mengambil telur dari rahim induknya. Dalam perjalanan di kawasan itu World Wildlife Fund bersama Kompas menemukan bangkai seekor penyu hijau (Chelonia mydas) yang mati dengan kerapas terbelah.

Read more...

Hati-hati 75 Persen Es Kutub Selatan Sudah Hilang



Beberapa ilmuwan Selandia Baru telah memperingatkan bahwa Kutub Selatan mencair lebih cepat daripada perkiraan.

Profesor Peter Barrett dari Antarctic Research Center, Victoria University mengatakan, jumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak 1996, dan bertambah dengan cepat.

Hilangnya gletser di ujung Kutub Selatan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut 0,4 Mm per tahun, tambahnya seperti dilaporkan kantor berita Xinhua.

"Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter sampai 2100," kata Barett.

Direktur pusat penelitian Profesor Tim Naish, yang memimpin satu tim peneliti yang membor jauh ke dalam batu di Kutub Selatan dan menemukan catatan kuno dari yang terakhir bahwa CO2 atmosfir mencapai tingkatnya sekarang.

Mereka mendapati, 3 juta sampai 5 juta tahun lalu, permukaan air laut cukup hangat untuk mencairkan banyak bagian es Kutub Selatan ketika CO2 atmosfir hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisinya hari ini.

Naish mengatakan es di bagian barat Antartika akan mencair sebelum lapisan es yang lebih besar di bagian timur Kutub Selatan karena es itu berada di bawah permukaan air laut dan menghangat bersama dengan air samudra.

Namun, ia mengatakan penelitian tersebut mengangkat pertanyaan yang tak terjawab mengenai berapa banyak CO2 atmosfir perlu naik untuk mencapai temperatur sampai 2 derajat celsius atau lebih.

Kondisi CO2 di atmosfir sekarang berjumlah 387 bagian per juta, naik dari sebanyak 280 bagian per juta pada awal Revolusi Industri.

Read more...

42 Persen Lapisan Es Kutub Utara Juga Hilang



Es di laut Kutub Utara telah menipis secara dramatis sejak 2004, dan es yang lebih tua serta lebih tebal pecah dan membuka jalan bagi es yang lebih muda dan lebih tipis, yang mencair pada musim panas di Bumi belahan utara, demikian laporan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA.

Para peneliti selama bertahun-tahun telah mengetahui, es yang menutupi Laut Kutub Utara telah menyusut di satu daerah, tapi data baru satelit yang mengukur ketebalan es memperlihatkan volume es laut juga menyusut.

Itu penting karena es yang lebih tebal dan lebih ulet dapat bertahan dari musim panas ke musim panas berikutnya.

Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga menambah kecepatan dampak pemanasan.

Melalui laporan yang dikirimkan pesawat antariksa ICESat, yang digunakan NASA, para ilmuwan menggambarkan, secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17,78 centimeter) per tahun sejak 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67 meter) selama empat musim dingin. Temuan mereka dilaporkan di "Journal of Geophysical Research-Oceans".

Seluruh daerah yang tertutup es yang lebih tua dan lebih tebal yang sintas setidaknya selama satu musim panas kini menyusut sebanyak 42 persen.

Di luar itu, data baru satelit memperlihatkan, bagian es tua yang keras menipis secara bersamaan dengan meningkatnya jumlah es muda yang rapuh, keterangan yang sulit dilihat dengan jelas dari data sebelumnya.

Pada 2003, sebesar 62 persen dari seluruh volume es di Kutub Utara tersimpan di dalam lapisan es selama bertahun-tahun dan 38 persen es musiman pada tahun pertama. Sampai tahun lalu, 68 persen adalah es tahun pertama dan 32 persen es tahun-tahun berikutnya yang lebih keras.

Tim peneliti itu mengatakan, kelainan dan pemanasan global belakangan ini diduga di dalam sirkulasi es laut sebagai penyebabnya.

"Kita kehilangan lebih banyak es tua, dan itu penting," kata Ron Kwok dari Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, California, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.

"Pada dasarnya kami mengetahui berapa banyak daerah tersebut menyusut, tapi kami tidak mengetahui seberapa tebal."

Untuk mengetahui volume es itu, pesawat antariksa NASA, ICESat, mengukur seberapa tinggi es tersebut mencuat di atas permukaan laut di Kutub Utara, kata Kwok dalam satu wawancara telefon.

"Jika kami mengetahui seberapa banyak es mengambang di atas, kami dapat menggunakan itu untuk menghitung sisa ketebalan es tersebut. Sekitar sebilan per sepuluh es itu berada di bawah air," kata Kwok.

Pengukuran ICESat tampaknya mencakup seluruh Kutub Utara, dan semua itu digabungkan dengan pengukuran volume es yang dilakukan kapal selam, yang hanya mencakup beberapa kali perjalanan di seluruh daerah tersebut.

Es Laut Kutub Utara mencair sampai tingkat paling rendah keduanya tahun lalu, naik sedikit dari tingkat rendahnya sepanjang waktu pada 2007, demikian Pusat Data Es dan Salju AS

Es Kutub Utara adalah satu faktor dalam pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakkan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar.

Read more...

Dunia Makin Hangat, Ukuran Binatang Mengecil


Perubahan iklim ternyata berdampak pada sejumlah spesies di berbagai penjuru dunia, mulai dari beruang kutub di Arktik hingga terumbu karang di laut tropis.

Dua perubahan ekologis yang tercatat adalah beberapa spesies—hewan ataupun tumbuhan—berpindah ketinggian juga berpindah derajat lintang mencari suhu yang sesuai. Perubahan lain yaitu siklus hidup sejumlah spesies berubah serta musim bunga dan migrasi burung-burung telah bergeser waktunya.

Sekarang ada perubahan ketiga, yaitu meningkatnya suhu bumi diiringi dengan mengecilnya ukuran organisme—baik ukuran komunitas maupun ukuran individu.

Hal itu diungkapkan pemimpin tim peneliti Martin Daufresne dari Cemagref Aix-en-Provence, lembaga penelitian milik Pemerintah Perancis. Hasil studi ini akan dimuat di jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences.

Penelitian dilakukan jangka panjang pada komunitas di perairan, meliputi bakteri, fitoplankton serta ikan yang hidup di sungai, danau, dan lautan. Menurut Daufresne, kelompok ikan di sungai-sungai di Perancis berkurang jumlahnya lebih dari 60 persen dalam penelitian selama dua dekade

Read more...

"Global Warming" Telah Menggeser Musim Hujan

Intensitas musim hujan di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, bergeser dari siklus 20 tahun, sehingga telah mengganggu aktivitas para petani, nelayan, serta kelompok masyarakat lain setempat yang usahanya bergantung dengan kondisi cuaca.

Pergeseran tersebut terjadi sejak 2005 dan pergeseran terjauh berlangsung pada tahun 2008 lalu.

Jasirin, Kepala Stasiun Meteorologi Luwuk (ibu kota Kabupaten Banggai), menjelaskan, puncak curah hujan di daerahnya selama 20 tahun sebelum tahun 2005 selalu terjadi antara bulan Maret hingga Mei.

Akan tetapi, setelah itu, puncak hujan terjadi hanya pada bulan Mei selama 24 hari dengan intensitas curahnya mencapai 188 milimeter.

Bahkan pergeseran ekstrem terjadi pada tahun 2008, di mana puncak hujan terjadi di bulan Juli selama 27 hari dengan besaran curah 466 milimeter, sehingga sempat menimbulkan banjir besar di mana-mana.

Jasirin memperkirakan, pergeseran puncak curah hujan tersebut akibat pengaruh dari pemanasan global yang mendorong terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu.

"Pergeseran siklus hujan itu sudah kami diprediksi sebelumnya, menyusul tingginya tingkat curah hujan lokal di Kabupaten Banggai selama empat tahun terakhir dan merupakan fenomena terbaru," tuturnya.

Menurut dia, munculnya hujan lokal dengan intensitas tinggi juga banyak dipengaruhi oleh rusaknya kawasan hutan dan daerah hijau di perkotaan dalam jumlah besar, selain faktor tingginya polusi udara.

"Masalah-masalah tersebut yang kemudian mengakibatkan daya dukung lingkungan menjadi rendah, sehingga rentan memunculkan bencana banjir, tanah longsor, hingga angin kencang," katanya.

Yang pasti, akibat dampak dari pemanasan global tersebut telah memengaruhi jadwal tanam petani, aktivitas nelayan, pelayaran kapal-motor, dan kegiatan penerbangan di daerahnya.

Read more...

Mendorong Perubahan Memunculkan Komitmen


Ada peringatan dari para ilmuwan bahwa suhu permukaan bumi tidak boleh naik lebih tinggi dari 2 derajat Celsius. Jika hal itu terjadi maka lebih dari 300 juta orang akan terusir dari tempat tinggalnya sekarang karena ribuan pulau akan tenggelam, kekeringan semakin parah, dan penyakit akan semakin meluas. Iklim yang semakin sulit diprediksi akan mengakibatkan banyak orang kehilangan mata pencaharian seperti nelayan dan petani di garis depan.

Upaya mencegah naiknya suhu bumi penyebab perubahan iklim tersebut mendapat komitmen resmi dari berbagai negara dengan lahirnya Protokol Kyoto 1997. Secara kelompok, negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok Annex I memiliki komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca - penyebab kenaikan suhu bumi global - rata-rata 5 persen dari basis yang ditetapkan yaitu tahun 1990. Kondisi itu harus tercapai 2012. Namun upaya tersebut berjalan amat lambat.

Pertemuan G-8 yang berakhir pertengahan bulan ini tidak membawa angin baru ketika negara-negara maju yang diwajibkan membantu negara-negara miskin dan berkembang ternyata menahan kucuran dananya (Kompas, 16/7).

“Negara-negara maju tak mau membuka dompetnya. Kami kecewa dengan perkembangan terkini,” ujar Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar ketika itu. “Kecenderungannya, mereka bertahan hingga menjelang pertemuan Kopenhagen akhir tahun 2009 ini,” tambahnya. Dia tak menutupi rasa kecewanya menghadapi perilaku negara-negara kaya. Pemerintah Inggris yang sudah siap mengucurkan dana, hanya sendiri di posisi itu.

Dengan cara pandang yang lain, mantan Wakil Presiden AS Al Gore dengan dukungan lembaga swadaya masyarakat The Climate Project, kini giat menyebarkan informasi tentang ancaman perubahan iklim ke berbagai kalangan. Ia menolak bersikap pesimistis (The Age, 13/7).

“Sekarang AS dan Australia telah menunjukkan kepemimpinannya, yang selama ini sangat dibutuhkan. Bergabungnya mereka dalam upaya (kesepakatan) Kopenhagen, akan mampu membuat perbedaan yang amat besar,” ujarnya di Melbourne, Australia disela-sela penyelenggaraan Pertemuan Puncak Asia Pasifik untuk perubahan iklim. Al Gore hadir di Melbourne untuk meluaskan jangkauannya dengan melatih sekitar 3.000 orang dari berbagai negara mengikuti jejaknya berkampanye tentang perubahan iklim, 11-13 Juli lalu di Melbourne, Australia.

Adil dan memadai

Sesuai dengan Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), disebutkan setidaknya ada empat target capaian pada Pertemuan Para Pihak ke-15 (COP-15) di Kopenhagen, Denmark. Harus ada kemajuan dalam keempat bidang tersebut agar perjalanan untuk membentuk kesepakatan baru sebagai pengganti Protokol Kyoto - yang akan selesai berlakunya pada 2012 - berlangsung mulus.

Saat ini ada tiga negara yang dipandang sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang pesat dan tidak sepantasnya masuk kelompok negara berkembang, yaitu China, India, dan Brasil. Ketiga negara itu diminta juga menanggung beban tanggung jawab yang sama dengan negara-negara maju dalam urusan pengurangan emisi karbon (gas rumah kaca).

Ketika dunia sedang berkutat untuk mengatur langkah besarnya yang menghadapi jalan terjal, lalu apa peran kita? Penyebarluasan informasi mengenai perubahan iklim dan relevansinya dengan kehidupan keseharian diharapkan menjadi salah satu hal yang bisa dilakukan dan dapat menghasilkan perubahan. Ini berujung pada perubahan sikap negara-negara yang bernegosiasi di Kopenhagen, Denmark Desember nanti.

Dalam konteks itulah Al Gore melakukan pelatihannya. Indonesia mengirimkan 54 orang untuk mengikuti pertemuan puncak tersebut. Penyebarluasan informasi tentang perubahan iklim telah menyentuh sekitar 5 juta orang di dunia. Di Indonesia jumlah itu mencapai lebih dari 9.000 orang dari berbagai kalangan antara lain ilmuwan, nelayan, mahasiswa, eksekutif berbagai perusahaan mulai dari bankir hingga perusahaan tambang, juga para artis.

Kini dengan jumlah sukarelawan presenter 55 orang, diharapkan bisa lebih luas lagi lapisan masyarakat Indonesia yang terjangkau informasi tersebut. Mereka yang mendengar diharapkan menjadi agen perubahan. Tujuan besarnya adalah perubahan sikap negara-negara di Kopenhagen mendatang ketika ada tekanan dari masyarakat. “Kita harus merebut peluang memecahkan persoalan perubahan iklim. Saya yakin jika ada kesadaran meluas, kita akan bisa mendorong pemerintah untuk memecahkan persoalan ini,” ujar Al Gore.

Razak Manan, salah satu peserta pelatihan yang aktif di Perusahaan Pelayaran Indonesia menegaskan keteguhannya menyebarluaskan isu perubahan iklim. “Hal ini amat penting diketahui terutama di kalangan perusahaan pelayaran. Saya berharap ada perubahan yang bisa dibuat oleh mereka yang bisa menjadikan kondisi lebih baik.”

Sementara beberapa peserta pelatihan seperti Widodo Ramono dari Indonesian Rhino Conservation Foundation telah melakukan presentasi di lingkungan kerjanya serta sejumlah pejabat pemerintahan. Demikian pula Dicky Edwin Hindarto dari Dewan Nasional Perubahan Iklim yang melakukan presentasi di kalangan akademisi di Institut Teknologi 10 November, Surabaya seperti dia tuliskan dalam surat elektroniknya.

Pimpinan Dewan TCP Indonesia - yang berdiri pertengahan Juli lalu, yang juga presenter TCP Indonesia pertama, Amanda Katili mengatakan, semua lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat biasa non-profesional, kaum profesional, pengusaha, pelajar, mahasiswa, ilmuwan, dan birokrat dan berbagai komunitas lainnya menjadi sasaran jangkauan TCP-Indonesia. Mereka dapat menghubungi anggota TCP-Indonesia seperti tercantum di halaman ini. (ISW)

Read more...

Mulai Hematkan Energi "Data Center" dari Kabel


Mencoba beramah tamah dengan lingkungan tak harus jauh-jauh dan sulit-sulit. Cukup kita perhatikan penggunaan kabel pada sebuah data center.

Menurut penelitian Gary Shamshoian, Senior Mechanical Engineer di Genentech Inc, konsumsi energi sebuah data center 15 kali lebih banyak dari pada sebuah gedung kantor pada umumnya, bahkan dalam kasus tertentu bisa mencapai 100 kali lipat lebih banyak.

Sedangkan menurut penelitian dari Lawrence Berkeley National Laboratory milik Departemen Energi AS, konsumsi untuk server dan peralatan data center di AS setara dengan lima pembangkit listrik berkapasitas 1.000 megawatt.

"Kabel mungkin terlihat sebagai sesuatu yang sepele, tapi jika kita bisa mengatur dengan baik, kita bisa meningkatkan efisiensi pada sisi konsumsi energi," ungkap John Duffy, Konsultan Senior, Regional Business Development Siemon di Jakarta, Kamis (30/7).

Melihat besarnya konsumsi energi dari sebuah data center, jika kita bisa menghemat sebagian kecil saja, hasilnya akan menjadi sangat signifikan.

John menjelaskan, efisiensi energi bisa dilakukan minimal dengan dua cara, yaitu menggunakan kabel yang berkualitas baik serta dengan pengaturan infrastruktur kabel yang baik.

"Pengaturan dan penggunaan infrastruktur kabel yang baik akan meminimalisir interference data dan mengurangi panas yang dihasilkan, sehingga bisa menghemat biaya dari mesin pendingin dan listrik yang dipakai," tambah John.

Menurut Kiki Randall, Country Manager Global Technology Services IBM Services, dunia usaha sangat memerlukan peningkatan efisiensi pada sisi konsumsi energi.

"Bersama dengan Simeon sebagai mitra kami, kami akan berbagi keahlian, kemampuan, dan teknologi untuk menciptakan solusi yang dibutuhkan pelanggan kami untuk mengatasi permasalahan konsumsi energi saat ini," ujar Kiki.

IBM dan Seimon, perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur jaringan, saat ini sedang melakukan kerjasama mengembangkan data center yang lebih ramah lingkungan. Mereka akan memulainya dari kabel.

Read more...

Krisis yang Mendorong Kelahiran Kembali


Di mana ada masalah, di sana terdapat peluang. Kalimat sakti di dunia kewirausahaan ini tidak hanya menjadi slogan kosong bagi Denmark. Negeri dongeng tersebut kini menjadi salah satu negara terdepan dalam urusan merebut peluang yang ditawarkan oleh problem masif lingkungan, yaitu perubahan iklim.

Sejarah panjang telah dijalani Denmark sebelum mereka sampai pada posisi sekarang: menjadi negara sejahtera dengan penduduk yang menurut survei tahun 2008 adalah penduduk paling bahagia di dunia.

Semua berawal dari krisis global pertama minyak bumi sekitar tahun 1973-1974 yang kemudian membuat Denmark sadar bahwa negerinya akan bangkrut jika terus bergantung pada impor minyak bumi. ”Ketika itu bukan perkara lingkungan yang mendorong kami untuk hemat energi. Perhitungannya lebih pada ekonomi,” ujar staf ahli menteri pada Kementerian Luar Negeri Denmark Claus Hermansen di hadapan sejumlah wartawan dari Indonesia dan Rusia, Juni lalu di Kopenhagen, Denmark.

Apa yang menyebabkan Denmark kemudian berubah menjadi sebuah negara yang bisa disebut ”Modern Energy”? Semuanya bermula pada Oktober 1973 yang penuh gejolak. Di kawasan Timur Tengah—ladang minyak tempat bergantungnya banyak negara—sedang berkecamuk perang antara negara-negara Arab melawan Israel yang sering juga disebut sebagai Perang Yom Kippur. Denmark pada masa itu bersama Jepang merupakan negara yang lebih dari 90 persen sumber energinya bergantung pada impor minyak.

Chaos masalah energi berawal dari pecahnya perang Timur Tengah pada 6 Oktober 1973. Krisis minyak global pertama terjadi karena negara-negara Arab menggunakan minyak sebagai senjata untuk menekan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang berpihak kepada Israel. Pada awal November, negara-negara Arab mengurangi produksi minyaknya hingga 25 persen. Denmark bersama Jepang pun kelimpungan.

Dua masalah mengimpit Denmark. Pertama, harga minyak bumi terus meroket karena berkurangnya suplai secara amat signifikan dan kedua secara geostrategi pun masa depan minyak menjadi semakin tidak jelas. Denmark pun panik.

Pemerintahan Demokrat Sosial di bawah Anker Jørgensen yang ketika itu berkuasa lantas memutuskan memberlakukan peraturan pada November itu: hari Minggu tanpa mobil. Bukan hanya itu. Pemerintah juga memerintahkan semua toko mematikan lampu luar ketika mereka buka demi menghemat energi. Meski harga minyak kemudian turun, Denmark maju terus dengan kebijakan barunya.

Bel peringatan

Jens Kampmann, yang pada 1971 menjabat sebagai menteri lingkungan yang pertama—yang pada pemerintahan Demokrat Sosial 1977-1978 menjabat sebagai menteri yang bertanggung jawab atas pajak dan cukai—yakin bahwa peristiwa itu harus dipandang sebagai dering bel peringatan. Peristiwa tersebut menjadi pembuka jalan bagi pendekatan baru pembangunan Denmark. Mereka tak ingin terperosok kedua kalinya di lubang yang sama.

Seperti dikutip oleh Hermansen, Kampmann mengatakan, ”Denmark (ketika itu) menghubungkan masalah energi dan lingkungan awal tahun 1970-an, jauh sebelum banyak negara lain memikirkan itu. Ekonomi diartikan sama dengan menekan konsumsi energi. Ini menghasilkan ’win-win scenario’ untuk Denmark.” Hasilnya, kini Denmark adalah negara dengan efisiensi energi tertinggi per pendapatan negara.

”Pasar tak dapat menghadapi ini sendirian. Sungguh penting ada beragam insentif dan peraturan yang ditetapkan pemerintah,” ujar Kampmann, seperti tertulis di majalah Monday Morning edisi November 2008.

Negara semakin fokus pada persoalan energi. Ketika dunia belum berbicara energi angin, Tvind School sudah membuat turbin angin. Cara menghubungkan energi dengan ekonomi itulah titik sukses awal Denmark, seperti dikatakan Direktur Eksekutif dari Lembaga Penelitian Denmark Mette Wier.

Pemerintah yang mendengarkan

Momen perubahan terjadi pada 1976. Badan Energi Denmark didirikan dan untuk pertama kali ada rancangan energi terpadu. Agenda utamanya adalah mengurangi ketergantungan pada minyak dan mengurangi konsumsi energi. Orang mulai memasang insulasi untuk mengurangi kebutuhan pemanas rumah.

Dibangunlah pembangkit tenaga listrik terpadu combined heat and power (CHP) untuk pertama kalinya. Sistem ini merupakan sistem paling efisien dibandingkan sistem yang diterapkan banyak negara.

”Biasanya air panas hasil proses pendinginan mesin pada pembangkit listrik dibuang percuma, dalam sistem ini air tersebut diambil panasnya sebagai pemanas bangunan,” ujar Hermansen. Tahun 2005 Denmark telah memiliki 694 pembangkit kombinasi CHP dengan berbagai ukuran kapasitas. Selain CHP pusat, sejumlah CHP regional dan lokal dibangun untuk meningkatkan efisiensi yaitu agar panas tidak hilang akibat jarak suplai yang jauh.

Sistem itu sukses menghemat bahan bakar hingga 30 persen, sementara efisiensi bahan bakar naik dari 40 persen menjadi 90 persen. ”Nyaris tak ada yang terbuang,” kata Hermansen.

Pemerintah saat ini menyuplai pemanas dari CHP ke 60 persen jumlah bangunan secara nasional atau ekivalen dengan sekitar 800.000 bangunan rumah. Sekitar 25 persen pemanas tersebut disuplai dari bahan bakar biomassa.

Krisis minyak global kedua tahun 1978-1979 kembali mendorong perubahan besar-besaran. Tahun 1979 pertama kalinya Denmark memiliki Kementerian Energi dan parlemen meloloskan peraturan tentang distribusi gas alam dan pemanas. ”Tahun 1979-1985 ada pencapaian besar ketika konsumsi energi turun 25 persen-30 persen. Ini rekor dunia,” ujar konsultan senior Badan Energi Denmark Peter Bach (Monday Morning edisi November).

Ketika negara melirik energi nuklir, Tarjei Haaland dari Greenpeace memunculkan gerakan antinuklir terbesar di Denmark yang melibatkan organisasi akar rumput. Mereka menolak penggunaan nuklir sebagai sumber energi.

Wartawan koran Politiken Flemming Ytzen pada perjumpaan dengan Kompas awal Juni lalu di Kopenhagen menyatakan, ”Penolakan nuklir dan dorongan agar pemerintah lebih memegang paradigma hijau berawal dari media massa, organisasi nonpemerintah, dan organisasi masyarakat lainnya. Kami beruntung memiliki pemerintah yang baik, yang mau mendengarkan suara kami. Kami kemudian diajak duduk bersama untuk mengemukakan pendapat kami. Dan, mereka mendengarkan, menyetujuinya, dan melakukannya.”

Jika demikian halnya, tidak heran bahwa penduduk negeri dongeng ini kemudian dinobatkan menjadi penduduk paling bahagia di dunia. Dan, dengan semua kebijakan politik dan keputusan pemerintah itulah Denmark lahir kembali sebagai negara yang sama sekali berbeda: tidak lagi bergantung pada minyak.

Read more...

Segala Cara untuk Mengurangi Emisi


Mungkin Pemerintah Denmark kali ini ingin ”pamer”. Betapa proses pembangunan dengan pendekatan pengurangan emisi karbon bukan berarti keterpurukan ekonomi. Buktinya, ekspor teknologi bersih justru terus membubung dan pada tahun 2007 mencapai sekitar 65 miliar krone Denmark —atau sekitar Rp 910 triliun menurut Kementerian Luar Negeri— mengalahkan nilai ekspor sektor-sektor lain yang total sekitar 558,1 miliar krone Denmark (sekitar Rp 7.812 triliun).

Panggung Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15) mendatang merupakan ajang tepat untuk menunjukkan kepada lebih dari 190 negara di dunia, baik kaya maupun miskin, apa sebenarnya ide pembangunan berbasis teknologi bersih.

Denmark yang pada tahun 1970-an berjaya dalam industri perkapalan dan industri berat secara perlahan namun pasti mulai meninggalkan itu semua. Upaya untuk tidak bergantung pada bahan bakar fosil telah membawa Denmark melakukan perubahan kebijakan secara drastis.

Wartawan harian Politiken, Flemming Ytzen, dalam perbincangan dengan Kompas, awal Juni lalu di Kopenhagen, Denmark, mengatakan, ”Perhelatan COP-15 amat berarti bagi Denmark. Sebab, selama ini Denmark nyaris tenggelam dalam bayang-bayang Jerman dan Swiss karena Denmark posisinya terpencil di utara,” ujarnya.

Jika dilihat secara lebih dekat, apa yang dilakukan Denmark bisa membuat kita ternganga karena langkah Pemerintah Denmark pada tahun 1970-an bisa dikatakan bagai sebuah ”revolusi pembangunan” atau ”revolusi energi”. Ini sungguh amat berbeda dari Indonesia yang meski bencana mengancam dari sana-sini akibat kerusakan lingkungan yang amat parah, semuanya tetap berlangsung ”business as usual”. Perubahan seakan menjadi sebuah momok.

Perlahan, sebagian besar pabrik mulai dipindahkan ke luar negeri demi mengurangi polusi udara. ”Banyak pabrik, seperti pabrik tekstil dan pabrik sepatu, mulai dipindahkan ke luar negeri, seperti ke China dan beberapa negara Asia lainnya,” tutur Ytzen yang lama bermukim di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pekerjaan yang semula sebagai buruh pabrik berpindah ke industri energi terbarukan. Ketika isu perubahan iklim menjadi isu utama dunia, Denmark tidak menemui kesulitan karena telah berada di jalur yang benar. Namun, untuk mempertegas posisinya, pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama menghadapi tantangan perubahan iklim.

Warga Denmark mau tidak mau harus tunduk pada kebijakan baru tersebut. ”Pada awalnya, ketika harus melakukan pengetatan konsumsi energi pada tahun 1970-an itu, masyarakat banyak protes. Itu berlangsung sekitar satu-dua tahun,” tutur Claus Hermansen dari Kementerian Luar Negeri. Namun, lanjutnya, ketika beberapa saat kemudian masyarakat mulai merasakan manfaatnya, gelombang protes pun reda.

Mewujudkan mimpi menjadi negara hijau tersebut, Denmark yang pajaknya bisa mencapai 70 persen dari pendapatan individu itu dengan berani mulai menginvestasikan dana pembangunannya untuk membangun pembangkit listrik dengan energi kombinasi, memaksa pemerintah lokal mendirikan perusahaan pengolah sampah, antara lain Vestforbr?nding yang mengolah sampah dan selanjutnya dari hasil pengolahan sampah tersebut menyuplai pemanas untuk perumahan.

Menurut Søren Skov, pejabat humas Vestforbr?nding, perusahaan tersebut sekarang sudah menjadi perusahaan masyarakat. Masalah sampah teratasi, sementara laba pun diraup. Sementara proses sampah dengan insinerator pun telah zero emission—tidak mengeluarkan emisi.

Berbagai upaya mitigasi

Setidaknya, Denmark dapat dijadikan contoh untuk melakukan mitigasi dan beberapa program adaptasi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Hampir semua teknologi dan sistem dijalankan Denmark untuk mengurangi emisi karbonnya.

Soal pembuatan teknologi beremisi rendah, sudah beberapa contoh dikemukakan, antara lain sistem insulasi, sistem kombinasi pembangkit listrik dan pemanas, serta energi angin.

Untuk mengurangi emisi karbon yang telah terlepas, Denmark juga berada di garda depan untuk teknologi carbon capture and storage (CCS) yang intinya adalah menangkap emisi karbon dan menyimpannya di bawah permukaan tanah.

Denmark dalam Climate Solutions Denmark menyatakan bahwa perusahaan Vattenfall akan melakukan pendekatan untuk pembangunan CCS di Northern Jutland, utara Kopenhagen. Menurut sejumlah ahli geologi, kawasan Jutland merupakan tempat yang ideal untuk pembangunan CCS. Tentang CCS, masih banyak pihak tidak sepakat karena dikhawatirkan kebocoran yang akan mengakibatkan katastropi.

Selain CCS, energi angin di Denmark telah mencapai tahapan amat maju. Saat ini energi angin telah berhasil beberapa jam dalam setahun mampu menghasilkan listrik. Pulau Samsoe, sekitar empat jam menyeberang dari Kopenhagen, kini menjadi satu-satunya pulau di dunia yang sama sekali tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil. Mereka membangun industri wind turbine, setidaknya satu wind turbine membutuhkan tenaga pekerja sekitar 13 orang.

Denmark juga menjadi rumah dari pabrik enzim terkemuka di dunia, Novozymes, yang memproduksi enzim yang jika digunakan, dapat dilakukan penghematan air. Novozymes telah merambah lebih dari 130 negara dan lebih dari 50 persen pasar dunia yang ditangani.

Semua langkah untuk menghadapi ancaman perubahan iklim telah dijalankan Denmark. Dan, kini Denmark telah mengecap manisnya buah hasil ”revolusi pembangunannya”. Namun, di sana ada suara sumbang yang masih terdengar dari kalangan organisasi nonpemerintah. Tokoh Greenpeace Denmark, Tarjei Haaland, dalam Monday Morning, dikutip mempertanyakan bahwa Connie Hedegaard, Menteri Lingkungan dan Energi Denmark, saat ini sedang ”membual” soal pengurangan emisi karbon Denmark.

Haaland menuntut agar perusahaan transportasi kapal juga dihitung emisinya agar semua terlihat lebih jelas dan benar. Saat ini emisi dari armada laut jasa angkutan Maersk secara global nyaris sama jumlahnya dengan emisi karbon seluruh negeri Denmark. Tak ada satu pun negara di dunia yang memiliki armada jasa angkutan laut sebesar Denmark dengan Maersk-nya. Itulah yang seharusnya kini menjadi pekerjaan rumah Connie— yang dikenal amat kritis terhadap sesama negara Uni Eropa.

Read more...

Rumah dan Mimpi Pengurangan Emisi


Dunia saat ini sedang menghadapi tantangan besar menyongsong bencana iklim yang (seharusnya) menjadi momok. Jika suhu bumi naik hingga dua derajat, yang diperkirakan akan tercapai pada abad ini, dan jika kita tidak berbuat apa-apa sekarang, maka Planet Bumi akan menuai bencana: mulai dari badai yang semakin sering, iklim yang tak lagi terprediksi, kekeringan, hingga banjir dengan skala masif.

Bencana tak langsung adalah kelaparan, kekurangan suplai air bersih, serta penyebaran penyakit tropis yang lebih luas. Masalahnya, bumi dan lingkungan yang melingkupinya bersifat tetap, sementara manusia yang menghuni di atasnya terus berkembang. Perkembangan itu menuntut pembangunan.

Daerah urban merupakan kawasan dengan laju pembangunan amat pesat. Berdasarkan proyeksi Divisi Kependudukan PBB, penduduk kawasan urban pada kurun waktu 2000-2030 akan bertambah rata-rata 1,8 persen per tahun, dua kali lipat tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk dunia seluruhnya. Dengan kecepatan seperti ini, dalam waktu 38 tahun ke depan jumlah penduduk kota akan berlipat dua. (Bayangkan Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 20 juta!)

Penduduk urban adalah konsumen segala macam sumber daya termasuk energi yang amat rakus. ”Ketika emisi karbon dioksida dari kota amat tinggi dibandingkan daerah pedesaan, sebenarnya penduduk kota pulalah pemegang kunci dari pengurangan emisi karbon. Ketika diturunkan menjadi sel-sel yang lebih kecil, rumah memegang kunci pengurangan emisi karbon,” demikian antara lain disampaikan konsultan senior Rockwool, Thomas Nordli, saat menerima sejumlah wartawan Indonesia di Kopenhagen, Denmark, awal Juni lalu.

Tantangan itu terletak pada bagaimana mengurangi emisi karbon di kota, sekaligus tetap bertumbuh sebagai kota yang kompetitif dan menarik untuk kegiatan ekonomi. Jawabannya ada pada paradigma pembangunan kota berkelanjutan, setidaknya berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan.

Ketika emisi karbon tinggi, perubahan iklim yang terjadi akan memunculkan dampak ikutan berupa kemiskinan, ketidakadilan, yang bermuara pada menurunnya kualitas manusia. Untuk pengembangan kota, bukan hanya para arsitek, ahli tata ruang, dan ahli perkotaan yang perlu dilibatkan, para ahli geografi, antropologi, budayawan, dan kesehatan pun perlu dilibatkan, mengingat pembahasan akan menyentuh area-area kesehatan penduduk, perilaku penduduk, dan aset lingkungan.

Insulasi

Salah satu cara menghemat energi dalam sistem bangunan rumah adalah pemasangan insulasi. Nordli dari perusahaan insulator Rockwool menggarisbawahi, bangunan di negara-negara Uni Eropa merupakan emiter terbesar karbon, hingga mencapai 41 persen. Sebesar 33 persen digunakan untuk transportasi dan sisanya, 26 persen, untuk kebutuhan operasional industri.

”Dua pertiga dari konsumsi energi pada bangunan digunakan untuk melakukan pemanasan dan pendinginan,” ujarnya. Di negara empat musim, pemanas berperan besar untuk kenyamanan dalam bangunan. Sementara di negara tropis, pendingin amat didambakan.

Untuk mendapatkan kenyamanan tersebut, ada dua cara. Pertama, membangun pembangkit listrik atau pemanas. Kedua, menghemat penggunaan energi.

Nordli mengungkapkan hasil risetnya bahwa untuk mendapatkan listrik, butuh dana 3,9 sen euro per kWh per meter persegi, sementara hanya butuh 2,6 sen euro untuk mendapat kenyamanan yang setara jika dilakukan penghematan energi. Cara kedua inilah yang ditawarkan oleh sistem insulasi.

Prinsip kerja sistem insulasi adalah bersifat sebagai isolator, mampu menahan temperatur. Sebuah rumah dengan sistem insulasi akan mampu menahan panas yang ada di dalam rumah agar tidak lepas ke luar rumah.

Di sisi lain, insulator juga menahan hawa dingin dari luar rumah. Dengan demikian, kebutuhan akan pemanas dengan energi listrik atau gas akan sangat berkurang.

”Itu berarti kita telah mengurangi konsumsi energi kita sehingga emisi yang keluar dari rumah kita pun turun,” ujar Nordli.

Insulasi bukan lagi barang aneh di Denmark. Sekitar tiga tahun lalu muncul peraturan yang menetapkan standar rumah yang, antara lain, bertujuan mengurangi emisi dari bangunan rumah, sebuah rumah yang lebih ramah lingkungan (rumah hijau).

Menurut Charlotte Hjelm, yang membangun rumahnya sekitar dua tahun lalu, dengan memasang insulasi, dia dapat menghemat penggunaan energi hingga 25 persen. Penghematan itu bisa mencapai sekitar 1.000 krone Denmark per bulan.

Dengan kemampuan bertahan selama 50 tahun, sistem insulasi Rockwool yang menempati posisi kedua di dunia dalam pangsa pasar diperhitungkan mampu menghemat 200 juta ton emisi karbon. Insulasi bukan hanya untuk bangunan rumah, tetapi terutama untuk industri dan bangunan-bangunan masif, seperti perkantoran. Sejumlah contoh di negara tetangga di antaranya bangunan Ikea di Singapura dan Malaysia, stasiun kereta api Lok Ma Chau di Hongkong, Bandara Changi di Singapura, National Convention Centre di Vietnam, Low Energy Office (LEO) dari Departemen Energi Malaysia.

Berpijak pada kemajuan yang dicapai sekarang, muncullah cita- cita besar ke depan, yaitu bagaimana membangun rumah yang sama sekali tidak membutuhkan pasokan energi dari luar. Itu disebut sebagai passive house (rumah pasif). Saat ini Rockwool membangun rumah pasif di kawasan Czech Technical University. Nilai bangunannya 800 euro (sekitar Rp 11,2 juta) per meter persegi.

Kini negara-negara maju di Uni Eropa berencana menerapkan peraturan passive house pada 2016, sementara Inggris akan memulai pada 2015 dan Jerman serta Belanda pada tahun 2015. Ambisi besar Perancis adalah standar rumah energy plus— rumah yang justru memproduksi energi—yang akan mulai diperkenalkan pada 2020.

Itulah mimpi besar untuk mengurangi emisi global. Dan, mimpi itu bisa diawali dari mimpi kecil: bagaimana mengoperasikan rumah kita dengan energi yang seefisien mungkin, dengan emisi karbon seminim mungkin. Mimpi selalu diperlukan untuk sebuah perubahan besar.

Read more...

03 Agustus 2009

Google Mengambil Alih Domain YouTubeIslam.Com


YouTubeIslam.Com yang terdaftar sebagai milik Yusuf Estes, akan diambil oleh Google dengan alasan domain itu mirip dengan YouTube.Com miliknya. Berita seputar pengambilalihan nama domain ini beredar di beberapa forum diskusi Islam sejak tanggal 27 Juli 2009, seperti forum diskusi IslamOnline.Net dan IslamicAwakening.Com.

Dalam forum diskusi tersebut dikopikan email dari Yusuf Estes yang meminta agar berita mengenai pengambilalihan nama domain YouTubeIslam.Com oleh Google per tanggal 5 Agustus 2009 disebarkan secara luas.

Yusuf Estes adalah seorang dai kelahiran Texas tahun 1944. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan, dan menjadi Muslim di tahun 1991.

Ia dikenal giat menyebarkan Islam, terutama di Amerika Serikat. Ceramahnya dalam bentuk video dan tulisan-tulisannya sudah banyak beredar secara luas--termasuk di internet, membuat namanya dikenal hingga ke belahan dunia lain.

Dalam tulisannya yang dimuat di IslamNewsRoom.Com tertanggal 29 Juli 2009 dengan judul Google Vs. Yusuf Estes (pemilik YouTubeIslam.Com), Estes menceritakan seputar tindakan Google yang berusaha mengambil alih nama domain tersebut.

Awal tahun ini, firma hukum Google menghubunginya menyangkut domain YouTubeIslam.Com. Mereka berusaha mengambilnya dengan alasan domain itu menggunakan merek dagang milik mereka. Awalnya mereka beralasan bahwa logonya mirip. Hal itu disangkal oleh Estes. YouTubeIslam mempunyai logo berbentuk animasi dengan kotak persegi berwarna biru yang bergerak dan warna latarnya gelap. Jadi sama sekali tidak mirip.

Kemudian pihak mereka meneleponnya, meminta Estes menyerahkan domain, karena itu milik Google--sebuah perusahaan terbesar dan terkuat di dunia Internet. Sambil mengancam bahwa mereka bisa mempersulit siapapun yang menghalangi jalannya. Estes tidak gentar dan balik menantang.

Kemudian mereka menggunakan alasan bahwa domain tersebut bisa membuat bingung pengguna internet, karena sangat mirip dengan miliknya. Dengan alasan tersebut Google membawa kasus itu ke pihak arbritasi.

Dalam email yang disebarkan ke forum diskusi, Estes menuliskan, pihaknya tidak diundang dalam pertemuan dengan pihak arbritasi. Padahal untuk menghindari kemiripan--sebagaimana yang ditulisnya dalam email--Estes telah mengubah tulisan nama domainnya menjadi Yo Utu Beis Lam.com, dan bahkan mendaftarkannya sebagai merek dagang.

Tanpa pemberitahuan di awal, tiba-tiba Godaddy--tempat Estes membeli nama domain YouTubeIslam.Com, mengiriminya email yang berisi pemberitahuan, bahwa per tanggal 5 Agustus 2009 domain diambil alih oleh Google sebagai pihak pemilik YouTube.Com. Hal itu dikatakan sebagai keputusan dari pertemuan arbritasi internet.

Nama domain YouTubeIslam.Com sudah dibeli secara sah, bahkan telah dibayar hingga beberapa tahun ke depan. Tetapi karena tekanan dari Google, pihak Godaddy akan memproses transfer kepemilikan domain itu.

Estes mempertanyakan apa yang sebenarnya diinginkan Google, sebab sebelumnya Google pun sebenarnya pernah melakukan hal yang mirip kasus ini. Mereka mendapat tuntutan hukum karena YouTube.Com yang dibeli Google seharga USD1,3 juta sangat mirip bunyi ucapannya dengan UTube.Com, yang telah digunakan pemilik domain itu selama sepuluh tahun.

Adakah agenda licik Yahudi sebagai penguasa dunia internet bermain di belakang kasus ini? Sebagaimana diketahui, Estes menggunakan YouTubeIslam.Com untuk menyebarluaskan video terkait dunia Islam.

Sebagai antisipasi pengalihan domain itu, rekaman-rekaman video yang telah dimuat di YouTubeIslam.Com juga bisa dilihat di www.GuideUS.TV, www.BridgeToFaith.com, dan www.WatchIslam.com.[di/www.hidayatullah.com]

Read more...

28 Juli 2009

Adu Cerdik Pelatih Muda dan Tua







Adu cerdik antara pelatih muda dan tua, hal inilah yang akan menentukan rivalitas antara 3 klub besar yang dimiliki oleh Italia yaitu Juventus, Inter Milan dan AC Milan. Hal ini dikarenakan pelatih Inter Milan Jose Mourinho yang notabenenya sudah kenyang pengalaman akan melawan dua pelatih muda yang masih minim pengalaman yaitu Ciro Ferara di kubu Juventus dan Leonardo di kubu AC Milan.
Secara kualitas Inter sedikit diuntungkan seiring kedatangan Diego Milito dan Tiago Motta dari Genoa yang membuat kekuatan Inter di musim mendatang akan semakin menakutkan, ditambah lagi dengan pindahnya kaka dari AC Milan yang sedikit banyak akan mengurangi kekuatan AC Milan.
Namun patut diingat bahwa Juventus dan AC Milan tetaplah klub yang merupakan kumpulan dari pemain bintang lihat saja Juventus yang berhasil mendatangkan Diego dari Werder Bremen dan Felipo Melo dai Fiorentina sedangkan AC Milan berhasil mendatangkan bek seperti Tiago Silva dan Oguchi Onyewu.
Jadi, secara kualitas sebenarnya antara pemain Juventus, Inter Milan dan AC Milan hanya terdapat sedikit perbedaan kualitas, sekarang tinggal adu cerdik antar pelatih sajalah yang akan menentukan tim mana yang keluar sebagai pemenang.

Tulisan ini di muat di Majalah soccer edisi 04/X Juli 2009

Read more...

11 Juli 2009

MIMPI AKU JADI GURU




Mimpi aku jadi guru. Itulah sepenggal kalimat dalam film Laskar Pelangi film yang entah sudah berapa kali aku tonton. Kata-kata ini diucapkan oleh ibu muslimah ketika ditanya oleh pak Harfan mengenai tawaran menikah yang diajukan oleh salah seorang anak dari saudagar kaya yang ditolak oleh ibu Muslimah. Mimpi aku jadi guru, kata-kata mulia ini sampai saat ini masih terus terbayang di benakku sebagai salah seorang mahasiswa yang memilih untuk kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang notabennya akan dipersiapkan untuk menjadi seorang guru.
Banyak pertanyaan muncul hanya dari sebuah kata-kata mimpi aku jadi guru terutama untuk diriku sendiri dan teman-teman di FKIP apakah kita semua benar-benar bermimpi untuk menjadi seorang guru?, ataukah tuntutan kuliah di FKIP hanya demi membahagiakan orang tua meskipun sebenarnya dalam hati kita sesungguhnya menolak? Atau juga mungkin pilihan untuk masuk FKIP hanya karena melihat peluang untuk menjadi PNS sangat terbuka karena mulai tingginya perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan?ataukah malah tidak tahu menahu pilihan masuk FKIP ini adalah realisasi sebuah mimpi untuk menjadi guru, tuntutan orang tua, atau keinginan untuk jadi PNS.
Jika kita memilih pertanyaan pertama, maka mungkin kita termasuk sedikit orang yang benar-benar mengganggap guru bukan merupakan sebuah pekerjaan yang hanya dinilai dari tingginya pendapatan yang kita terima tetapi guru merupakan sebuah cita-cita mulia yang betujuan untuk mendidik manusia dari tidak bisa menjadi bisa, sebuah pilihan yang benar-benar hanya untuk mengejar kepuasan batin tanpa memikirkan embel-embel barupa gaji atau pendapatan. Seseorang yang memilih pertanyaan pertama jika menjadi guru akan menjadi guru yang benar-benar ikhlas karena baginya keberhasilan seorang murid lebih penting bahkan dibandingkan dengan dirinya sendiri.
Lain lagi jika kita memilih pertanyaan kedua. Jika kita memilih pertanyaan ini alangkah ruginya kita jika sebuah pilihan yang nantinya akan menentukan masa depan kita merupakan sebuah tuntutan dari orang tua yang belum tentu kita suka atau mampu untuk menghadapinya. Memang ada beberapa pengakuan dari banyak orang yang mengatakan bahwa dia justru sukses karena menuruti perintah orang tua untuk memlih jurusan tertentu meskipun dia sebenarnya sangat tidak suka dengan jurusan tersebut, namun yang harus kita lihat dari hal ini adalah sebarapa besarkah presentasi orang yang sukses dengan jalan seperti ini dibandingkan dengan orang yang memilih jurusan sesuai dengan keingginanya sendiri tanpa campur tangan orang lain, selain itu yang harus kita lihat apakah selama dia menjalani masa kuliah dia benar-benar bahagia dan paham benar dengan jurusan yang ia pilih dibandingkan dengan orang-orang yang memilih jurusan tersebut tanpa ada paksaan dari siapapun.
Jika kita memilih pertanyaan ketiga, maka kita termasuk orang-orang yang berada di persimpangan antara mahasiswa yang beruntung dan rugi. Sisi beruntung yang kita alami adalah cita-cita untuk menjadi PNS merupakan cita-cita yang pasti akan kita perjuangkan dengan cara apapun termasuk selama kuliah kita akan berusaha untuk menjadi mahasiswa yang benar-benar luar biasa dalam akademik, meskipun tingginya nilai akademik tidak menjamin kita untuk mendapatkan status sebagai PNS, minimal tingginya nilai akademik akan menjadi bekal yang bagus dan meningkatkan kepercayaan diri untuk bersaing menjadi PNS. Namun ada sisi buruk juga jika kita memilih pertanyaan ketiga, sisi buruknya adalah hilangnya kadar keguruan kita, sebuah istilah yang saya jelaskan sebagai berkurangnya komtmen kita untuk benar-benar menjadi The Real Teacher yang seperti dicontohkan oleh ibu muslimah dalam film laskar pelangi, apa lagi jika tujuan utama kita menjadi PNS benar-benar tercapai mungkin kita malah semakin lupa tujuan dari seorang guru, karena kita akan terbuai status sebagai PNS.
\ Malah lebih berbahaya lagi jika kita termasuk orang yang tergolong pertanyaan ke empat. Jika kita termasuk salah satunya maka dapat dipastikan kita adalah orang-orang yang merugi hal ini dikarenakan dalam menjalani kuliah kita tidak mempunyai tujuan apa-apa, semua hal dibiarkan mengalir saja tanpa tujuan yang jelas. Orang yang tergolong pertanyaan ke empat dalam lam kesehariannya tidak akan pernah bersemangat dalam berbagai hal, lebih parah lagi karena tujuan akhiir yang dia miliki sudah tidak jelas, malah akan menyebabkan hidupnya akan dilalui dengan foya-foya bahkan hingga menghambur-hambukan uang kiriman dari orang tua. Jadi terserah anda mau masuk ke pertanyaan yang ke berapa tapi bagi mahasiswa dan teman-teman yang benar-benar serius masuk FKIP tetaplah perhala dalam hati kita kalau “Mimpi Aku Jadi Guru”.

Read more...

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP