01 Oktober 2008

Idul Fitri Dan Budaya Menggemis


Tak terasa sudah satu bulan kita menjalankan ibadah puasa dan saat ini kita telah merayakan hari raya idul fitri. Salah satu yang paling unik dari perayaan idul fitri yang ada di Indonesia terutama di kota Surabaya, tempat aku dibesarkan adalah banyaknya budaya dan kebiasaan masyarakat yang menggiringi adanya perayaan Idul Fitri ini salah satu budaya unik yang menyertai perayaan Idul Fitri ini adalah adanya budaya yang dikenal dengan nama “unjung-unjung” yang biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil.
Budaya “unjung-unjung” ini telah lama ada di dalam masyarakat bahkan ketika saya kecil, saya pun melakukan budaya ini dimana sambil mengikuti orang tua bersilaturahmi ke tetangga saya bisa mendapatkan uang yang memang sengaja telah dipersiapkan oleh pemilik rumah untuk dibagikan kepada anak-anak kecil yang mengunjungi rumah mereka. bahkan budaya “unjung-unjung” ini tidak saja kami lakukan hanya pada tetangga ataupun saudara saja, bahkan diwaktu kecil saya dan teman-teman saya rela berjalan jauh ke berbagai gang dan berbagai rumah meskipun itu sangat jauh dan belum tentu rumah yang kami datangi itu kami kenal hanya untuk datang, salaman dan kemudian menunggu uang dari sang pemilik rumah. Setali tiga uang dengan jaman saya di waktu masih kecil saat ini budaya itupun masih sangat subur ada di masyarakat terutama anak kecil, dimana mereka juga mengunjungi berbagai macam rumah bahkan hingga ke rumah yang mereka tidak kenal sekalipun hanya untuk mendapatkan uang “unjung-unjung” yang besarnya berkisar antara angka seribu rupiah hingga lima ribu rupiah, persis seperti apa yang kami lakukan di waktu kecil,
Seperti tidak mau kalah dengan anak kecil para orang tua pun berlomba-lomba melestarikan budaya “unjung-unjung” ini dengan cara menyediakan uang pecahan dalam bentuk seribu rupiah maupun dalam bentuk lima ribu rupiah. Uang ini mereka dapatkan dengan berbagai cara selain melalui penukaran langsung melalui Bank, biasanya para orang tua yang tidak mau repot-repot untuk mengantri di bank, akan membeli uang pecahan ini di pingir-pingir jalan dimana banyak pedagang yang menawarkan uang pecahan dengan selisih harga antara sepuluh ribu hingga lima belas ribu dari harga uang yang kita dapatkan tersebut.
Melihat budaya ini sudah mengakar pada masyarakat, kita juga perlu melihat apakah memang budaya ini memberikan nilai positif atau negative terhadap masyarakat terutama anak-anak kecil. Di satu sisi memang budaya ini mempunyai nilai positif diantaranya adalah memberikan rasa bahagia dan dorongan motivasi kepada anak-anak kecil terutama mereka yang telah sukses untuk berpuasa selama satu bulan penuh dengan member mereka uang untuk mereka jajan, meskipun juga banyak anak – anak yang menerima uang “unjung-unjung” ini tidak melakukan puasa selama sebulan penuh.
Selain memiliki nilai positif budaya “unjung-unjung” ini pun memberikan banyak sisi negative kepada masyarakat terutama anak-anak kecil, nilai negative yang paling kental dalam budaya ini adalah dengan memberikan uang ini kepada sembarang anak-anak kita secara tidak langsung akan mengajarkan budaya mengemis atau meminta-minta kepada anak-anak, okelah kita berdalih bahwa uang ini kita berikan hanya kepada tetangga ataupun saudara kita yang kita kenal untuk membahagiakan dan menyemangati mereka, namun faktanya di lapangan selama hari raya Idul Fitri banyak kita jumpai anak-anak kecil yang tidak jelas asal-usulnya dan kita pun secara terpaksa ataupun tidak terpaksa harus memberikan uang kepada mereka meskipun kita tidak tahu mereka menjaankan ibadah puasa selama sebulan penuh atau tidak. Selain itu, jika kita mau lebih memahami ajaran agama, bahwa sebenarnya budaya “unjung-unjung” ini tidak diajarkan di dalam agama Islam, jadi tetap kita lanjutkan atau tidak budaya ini semuanya terserah anda.

Read more...

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP