27 Februari 2009

DICARI KAMPANYE PEMILU YANG RAMAH LINGKUNGAN




Genderang kompetisi politik menuju pemilu 2009 telah dibunyikan. 34 Parpol akan melewati masa kampanye melelahkan sekitar 9 bulan, dimulai pada 12 Juli 2008 dan berakhir pada 5 April 2009. Di tengah masa kampanye yang semakin mendekati titik akhir ini para calon legislative atau caleg semakin banyak beriklan dan berkampanya kepada masyarakat baik itu melalui media elektronik seperti melalui TV dan Radio, juga melalui media cetak seperti Koran, majalah, brosur, spanduk, pamphlet dan berbagai macam bentuk iklan lainnya.
Di tengah kampanye yang semakin gencar-gencarnya dilakukan oleh para calon anggota legislative, tersirat keprihatinan yang sangat besar, hal ini karena para calon anggota legislative tersebut saling berlomba-lomba untuk beriklan di masyarakat namun banyak yang terkadang lupa bahwa cara kampanye yang dia lakukan justru merusak alam dan lingkungan sekitar. Seperti contoh yang banyak kita jumpai di lingkungan sekitar kita diantaranya adalah pemasangan poster calon yang di paku di pohon-pohon, pemasangan spanduk dan baliho yang sampai harus menebangi pohon, hal seperti ini tanpa disadari oleh para calon anggota legislative tersebut sebenarnya secara perlahan dapat merusak alam dan lingkungan sekitar.
Sebagai contoh penancapan paku di pohon-pohon untuk menempel poster dari para calon anggota legislative secara tidak langsung akan mematikan pohon yang tertancap paku tersebut, selain itu penebangan pohon-pohon terutama di pinggir jalan raya hanya untuk memasang spanduk dan baliho dari para calon anggota legislative secara tidak langsung akan menganggu lingkungan karena pohon-pohon pinggir jalan raya yang biasanya berfungsi untuk menyerab gas karbondioksida yang berasal dari kendaraan bermotor akan semakin berkurang sehingga akan dapat menyebabkan meningkatnya polusi di lingkungan yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap aktifitas dan kesehatan dari masyarakat yang ironisnya merupakan masyarakat yang oleh para calon anggota legislative dalam kampanyenya selalu dikatakan akan diperjuangkan nasibnya, namun baru menjadi calon anggota legislatve saja secara tidak langsung dan tidak sadar para calon anggota legislative ini telah merampas hak dari masyarakat untuk menikmati lingkungan dan alam yang bersih tanpa polusi.
Seharusnya para calon anggota legislative ini peka terhadap masalah lingkungan yang kecil seperti ini, karena meskipun masalah ini kelihatanya sepele namun bisa memberikan dampak yang begitu besar terhadap kehidupan dari masyarakat. Seperti kita ketahui akhir-akhir ini sering kita temukan berita baik itu di media cetak maupun media elektronik yang memberitakan tentang banjir, tanah longsor dan sebagainya, semua bencana ini diakibatkan oleh rusaknya alam dan lingkungan di sekitar kita yang sudah sedemikian parahnya hingga perlu penangganan yang sangat serius dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengembalikannya kepada kondisi semula.
Selain calon anggota legislative yang harus peka terhadap masalah ini masyarakat juga diharapkan peduli dengan hal seperti ini, masyarakat diharapkan tidak hanya mendengar janji-janji saja yang diungkapkan oleh para calon anggota legislative ini tetapi masyarakat juga harus selalu mengawasi sepak terjang mereka terutama dengan masalah lingkungan. Selama menjadi calon anggota legislative saja banyak calon yang tidak perduli dengan lingkungan, bagaimana nanti jika mereka benar-benar terpilih menjadi anggota legislative nantinya apakah mereka akan lebih perduli dengan lingkungan?. Semua ini kembali kepada masyarakat apakah masyarakat masih peka atau tidak melihat masalah-masalah seperti ini yang sepertinya sepele namun berdampak besar, jadi untuk para calon anggota legislative dan masyarakat bagaimana langkah selanjutnya, semua itu terserah anda, kalau bukan kita yang perduli dengan alam dan lingkungan sekitar, maka siapa lagi yang mau peduli? Tanyakanlah jawabanya pada hati nurani anda .

Read more...

DICARI KAMPANYE PEMILU YANG RAMAH LINGKUNGAN

Genderang kompetisi politik menuju pemilu 2009 telah dibunyikan. 34 Parpol akan melewati masa kampanye melelahkan sekitar 9 bulan, dimulai pada 12 Juli 2008 dan berakhir pada 5 April 2009. Di tengah masa kampanye yang semakin mendekati titik akhir ini para calon legislative atau caleg semakin banyak beriklan dan berkampanya kepada masyarakat baik itu melalui media elektronik seperti melalui TV dan Radio, juga melalui media cetak seperti Koran, majalah, brosur, spanduk, pamphlet dan berbagai macam bentuk iklan lainnya.
Di tengah kampanye yang semakin gencar-gencarnya dilakukan oleh para calon anggota legislative, tersirat keprihatinan yang sangat besar, hal ini karena para calon anggota legislative tersebut saling berlomba-lomba untuk beriklan di masyarakat namun banyak yang terkadang lupa bahwa cara kampanye yang dia lakukan justru merusak alam dan lingkungan sekitar. Seperti contoh yang banyak kita jumpai di lingkungan sekitar kita diantaranya adalah pemasangan poster calon yang di paku di pohon-pohon, pemasangan spanduk dan baliho yang sampai harus menebangi pohon, hal seperti ini tanpa disadari oleh para calon anggota legislative tersebut sebenarnya secara perlahan dapat merusak alam dan lingkungan sekitar.
Sebagai contoh penancapan paku di pohon-pohon untuk menempel poster dari para calon anggota legislative secara tidak langsung akan mematikan pohon yang tertancap paku tersebut, selain itu penebangan pohon-pohon terutama di pinggir jalan raya hanya untuk memasang spanduk dan baliho dari para calon anggota legislative secara tidak langsung akan menganggu lingkungan karena pohon-pohon pinggir jalan raya yang biasanya berfungsi untuk menyerab gas karbondioksida yang berasal dari kendaraan bermotor akan semakin berkurang sehingga akan dapat menyebabkan meningkatnya polusi di lingkungan yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap aktifitas dan kesehatan dari masyarakat yang ironisnya merupakan masyarakat yang oleh para calon anggota legislative dalam kampanyenya selalu dikatakan akan diperjuangkan nasibnya, namun baru menjadi calon anggota legislatve saja secara tidak langsung dan tidak sadar para calon anggota legislative ini telah merampas hak dari masyarakat untuk menikmati lingkungan dan alam yang bersih tanpa polusi.
Seharusnya para calon anggota legislative ini peka terhadap masalah lingkungan yang kecil seperti ini, karena meskipun masalah ini kelihatanya sepele namun bisa memberikan dampak yang begitu besar terhadap kehidupan dari masyarakat. Seperti kita ketahui akhir-akhir ini sering kita temukan berita baik itu di media cetak maupun media elektronik yang memberitakan tentang banjir, tanah longsor dan sebagainya, semua bencana ini diakibatkan oleh rusaknya alam dan lingkungan di sekitar kita yang sudah sedemikian parahnya hingga perlu penangganan yang sangat serius dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengembalikannya kepada kondisi semula.
Selain calon anggota legislative yang harus peka terhadap masalah ini masyarakat juga diharapkan peduli dengan hal seperti ini, masyarakat diharapkan tidak hanya mendengar janji-janji saja yang diungkapkan oleh para calon anggota legislative ini tetapi masyarakat juga harus selalu mengawasi sepak terjang mereka terutama dengan masalah lingkungan. Selama menjadi calon anggota legislative saja banyak calon yang tidak perduli dengan lingkungan, bagaimana nanti jika mereka benar-benar terpilih menjadi anggota legislative nantinya apakah mereka akan lebih perduli dengan lingkungan?. Semua ini kembali kepada masyarakat apakah masyarakat masih peka atau tidak melihat masalah-masalah seperti ini yang sepertinya sepele namun berdampak besar, jadi untuk para calon anggota legislative dan masyarakat bagaimana langkah selanjutnya, semua itu terserah anda, kalau bukan kita yang perduli dengan alam dan lingkungan sekitar, maka siapa lagi yang mau peduli? Tanyakanlah jawabanya pada hati nurani anda .

Read more...

12 Februari 2009

Harimau Turun Gunung, Terkam Ternak Warga


Dua pekan terakhir, harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) masuk ke permukiman warga di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Selain menyebabkan keresahan masyarakat, harimau juga sempat menerkam ternak warga. Ternak yang sudah dimangsa adalah empat ekor kambing dan satu ekor sapi. Pemangsanya diperkirakan tiga ekor harimau yang turun gunung.

Tokoh masyarakat Lareh Sago Halaban, Ferizal Ridwan, Senin (9/2), mengatakan, harimau datang ke permukiman warga pada pagi dan sore hari. Akibatnya, hampir semua warga tidak pergi ke ladang mereka serta mempercepat waktu bertani di sawah lantaran khawatir bertemu harimau dan dijadikan mangsa.

"Kondisi ini sudah meresahkan warga setempat. Kami tidak bisa menembak harimau karena hewan ini dilindungi. Kami berharap Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat segera menangani hal ini," papar Ferizal.

Di BKSDA Sumatera Barat, Kepala BKSDA Sumatera Barat Indra Arinal tengah menggelar rapat dengan tim di seluruh wilayah. Salah satu agenda rapat adalah koordinasi penanganan harimau yang sudah masuk ke permukiman warga.

Menurut catatan, kebanyakan konflik antara manusia dan harimau di Indonesia terjadi karena habitat kucing besar itu terganggu oleh pembukaan hutan atau alih fungsi hutan. Perusakan hutan telah menyebabkan hilangnya hewan-hewan yang menjadi makanan harimau sehingga harimau masuk ke permukiman penduduk untuk mencari makan.

Read more...

Segitiga Koral, Jantung Dunia


Sumber kehidupan manusia masa depan terpendam di laut. Namun, harta karun itu—berupa berbagai jenis biota laut—sebagai bahan baku pangan, obat-obatan, dan kosmetik mulai terancam kehidupannya. Hal itu disebabkan terumbu karang, rumah mereka, terus dirusak dan dihancurkan.

Tingginya tingkat perkembangbiakan makhluk di laut itu tergantung dari kelestarian terumbu karang yang bukan hanya jadi tempat tinggal, tetapi juga sumber pakan dan lahan untuk berpijah.

Rumah-rumah ikan itu tidak terbangun di sembarang tempat, tetapi di laut dangkal yang bersuhu hangat di pesisir, dekat pulau. Itulah yang menyebabkan kawasan di Asia Tenggara—yang disebut juga Benua Maritim—menjadi kawasan terumbu karang terluas.

”Kerajaan ikan” ini yang disebut Segitiga Terumbu Karang dan mencakup kawasan yang luas di perairan tengah dan timur Indonesia, Timor Leste, Filipina, Sabah-Malaysia, Papua Niugini, dan Kepulauan Solomon di Samudra Pasifik.

Segitiga Terumbu Karang ini disebut juga ”Amazon of the Seas” karena menjadi episenter kehidupan laut yang memiliki keragaman jenis biota laut. Terumbu karang di kawasan ini mencakup 53 persen terumbu karang dunia

Di beberapa areal di Segitiga Terumbu Karang, seperti di perairan Raja Ampat, Maluku Utara, terdapat lebih dari 600 spesies koral atau lebih dari 75 persen spesies yang dikenal di dunia.

Di terumbu karang yang tersebar di perairan enam negara itu juga dihuni sekitar 3.000 spesies ikan, serta memiliki hutan mangrove paling luas di dunia. Segitiga Terumbu Karang juga menjadi tempat bertelur dan berkembang biaknya ikan tuna dalam jumlah terbesar di dunia. Tuna merupakan komoditas perikanan yang tergolong paling diminati di dunia.

Ancaman meningkat

Sayangnya Segitiga Terumbu Karang mulai terancam kelestariannya karena berbagai masalah pencemaran, dan cara penangkapan ikan yang merusak terumbu karang, misalnya dengan menggunakan bom dan racun. Saat ini data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menyebutkan terumbu karang yang masih dalam kondisi sangat baik tinggal 6,2 persen.

Belakangan diketahui kenaikan suhu muka laut yang menyebabkan gangguan cuaca, dan perubahan iklim akibat pemanasan global, juga mengancam kelangsungan hidup terumbu karang. Keberadaan koral juga mendapat tekanan ekonomi masyarakat pesisir yang umumnya miskin.

Penelitian yang dilakukan peneliti LIPI beberapa waktu lalu menyebutkan, kerusakan terumbu karang terbesar disebabkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan. ”Penelitian menunjukkan, bahan peledak 0,5 kilogram bila diledakkan pada dasar terumbu karang menyebabkan matinya ikan yang berada sampai radius 10 meter dari pusat ledakan. Adapun terumbu karang yang hancur sama sekali sampai radius tiga meter dari pusat ledakan,” ujar Suharsono, Kepala Pusat Penelitian Oseanologi LIPI. Ledakan bom tidak hanya menghancurkan terumbu karang, tetapi juga berdampak buruk bagi usaha perikanan, pelestarian lingkungan, dan pariwisata.

Berbagai masalah itu merugikan Indonesia yang memiliki areal terumbu karang sekitar 60.000 kilometer persegi. Padahal semestinya dapat diraih keuntungan 4,2 miliar dollar AS per tahun dari hasil ikan dan pemanfaatan sumber biota laut bernilai ekonomis lainnya. Menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2000 kerugian yang ditanggung mencapai 12 juta dollar AS atau lebih dari Rp 84 miliar per tahun akibat kerusakan terumbu karang.

Kerusakan itu juga menghilangkan peluang ekonomi dari hasil perikanan, turisme, dan fungsi terumbu karang sebagai penahan ombak yang bernilai paling sedikit 70.000 dollar AS per kilometer persegi. Sebagai pembanding, kondisi terumbu karang di Indonesia yang baik memiliki nilai wisata selam 3.000 hingga 500.000 dollar AS per kilometer persegi.

Selain itu, terumbu karang tepian yang berperan menetralisasi kekuatan angin dan gelombang keberadaannya diperkirakan dapat menghemat biaya 25.000-550.000 dollar AS untuk perlindungan pantai dari erosi.

Sebaliknya jika terumbu karang rusak, diperlukan dana besar untuk pemulihannya dan memakan waktu lama hingga 50 tahun. ”Tingkat pemulihannya pun tidak 100 persen. Pasti ada spesies yang hilang permanen,” kata Suharsono.

Kampanye penyelamatan

Hal inilah yang mendorong Indonesia pada tahun 2000 mencanangkan kampanye rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang dengan slogan ”Selamatkan Terumbu Karang-Sekarang!” Program itu dilaksanakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan serta mendapat bantuan teknis dari The Johns Hopkins University, AS.

Melalui kampanye itu diharapkan kesadaran masyarakat dan pemerintah terhadap arti penting dan nilai strategis terumbu karang di Indonesia meningkat. Program yang dipersiapkan sejak tahun 1995 dan direncanakan akan berlanjut hingga 2013, sayangnya belakangan ini melemah gaungnya.

Isu penyelamatan terumbu karang, menurut Sekretaris Panitia World Ocean Conference 2009 dan Coral Triangle Initiative Summit, Indroyono Susilo, akan diangkat kembali agar menjadi perhatian dunia.

Hal ini, kata Indroyono yang juga Ketua ISOI (Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia), terkait dengan ancaman yang kian besar terhadap kelestariannya karena dampak perubahan iklim, berupa kenaikan suhu muka laut dan kenaikan permukaan air laut. Pertemuan CTI ini akan berlangsung di Manado, Sulut, pada 15 Mei mendatang.

Dalam pertemuan terdahulu, ujar Indroyono yang juga menjabat Sekretaris Menko Kesra, dari beberapa negara berhasil dihimpun dana hibah 250 juta dollar AS untuk menyelamatkan terumbu karang di Segitiga Terumbu Karang.

Namun untuk memperoleh dana itu, ujarnya, tiap negara yang berada di kawasan itu perlu menyusun program yang jelas dalam upaya penyelamatan terumbu karang yang menjadi warisan dunia yang sangat berharga itu. Indonesia harus memegang peranan besar dalam hal ini.

Read more...

60 Persen Hutan di Sumatera Barat Masih Terjaga


Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi mengklaim 60 persen hutan di provinsi ini masih berada dalam kondisi terlindungi. Karena itu, sumber air relatif terjaga dan berpotensi dikembangkan sebagai tenaga pembangkit listrik.

"Sekitar 60 persen hutan di Sumatera Barat masih terjaga. Jumlah ini jauh di atas standar nasional yang menetapkan 30 persen kawasan hutan yang terjaga," kata Gamawan, Kamis (12/2).

Gamawan berharap ada kesempatan untuk memanfaatkan sumber air yang ada di kawasan hutan untuk pembangkit. Direktur Perencanaan dan Teknologi PT PLN Bambang Praptono mengatakan, pemerintah tengah membahas Peraturan Presiden tentang pemanfaatan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik.

"Kalau Perpres ini selesai, maka pemerintah akan melakukan monitoring pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik dengan tenaga terbarukan," kata Bambang.

Read more...

11 Februari 2009

Membersihkan Laut dengan Mikrobakteri


Memakai alam untuk membersihkan alam adalah metode yang paling tepat. Demikian pula hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan National Institute of Technology and Evaluation (NITE) Jepang yang didiseminasikan di Jakarta, Selasa (10/2).

Ketika wilayah laut di Indonesia akhirnya disadari sering dicemari oleh tanker-tanker minyak yang membawa minyak mentah dari kawasan Timur Tengah ke negara-negara Asia Timur, mikrobakteri yang hidup bebas di laut bisa digunakan untuk mengurai minyak di laut lebih cepat.

"Nama prosesnya bioremediasi, artinya mengeliminasi polutan dengan proses biologi. Ini sudah ada dari dulu. Cuma proses biodegradasi, Indonesia belum punya," ujar peneliti teknik lingkungan LIPI, Dwi Susilaningsih, di Jakarta.

Proses biodegradasi adalah penguraian minyak di laut dengan material biologi, salah satunya dengan bakteri. Dalam kurun waktu tiga tahun penelitian ini dilakukan, ditemukan 182 spesies dan 53 genus baru di tiga wilayah perairan Indonesia yang menjadi rute utama kapal tanker, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.

Dwi menjelaskan, daripada memikirkan bahan-bahan dengan kandungan zat kimia untuk membersihkan laut dan akhirnya malah kembali mencemarkan, lebih baik Indonesia memanfaatkan kekayaan bakterinya di laut. "Coba bayangkan, polusi minyak, contohnya di Pulau Pramuka, sudah kayak aspal kerasnya menempel di akar-akar bakau. Itu bisa diuraikan dengan bakteri," ujar Dwi.

Fumiyoshi Okazaki, salah satu peneliti dari NITE Jepang, memaparkan penelitiannya yang bertajuk "Diversity and Functional Analysis of Petroleum Hydrocarbon-degrading Bacterial Communities in Coastal Zones of Indonesia".

Penelitian yang berpusat di Selat Malaka dan Selat Lombok ini menyebutkan peran Acinetobacter dan Alcanivorax yang sangat dominan dalam biodegradasi. "Mikroba alam itu yang bertanggung jawab terhadap remediasi minyak," ujar Okazaki. "Populasi bakteri secara konstan bekerja dan kadar n-Alkanes secara konstan pula menurun setelah tujuh hari masa inkubasi," tuturnya.

Sementara itu, Dwi berharap agar hasil penelitian ini menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk menelurkan regulasi terkait sistem bioremediasi untuk menangani polusi minyak di wilayah laut Indonesia.

Read more...

Bekantan KBS Diisolasi untuk Dikirim ke Jepang


Kebun Binatang Surabaya (KBS) mulai mengarantina lima bekantan yang akan dikirim ke Kebun Binatang Yokohama, Jepang, dengan status dipinjamkan.

"Saat ini kelima bekantan itu sudah dikandangkan sendiri atau diisolasi dan terus dalam pengawasan intensif tim dokter di KBS," kata Kasi Humas KBS Agus Supangkat di Surabaya, Selasa (10/2).

Ia mengemukakan, pihaknya berharap agar, saat dikirim, kelima satwa langka itu betul-betul dalam kondisi sehat sehingga tidak menimbulkan masalah di Negeri Sakura tersebut.

Meskipun di KBS sudah diisolasi, katanya, kelima satwa asal Pulau Kaget, Kalimantan, itu masih harus menjalani proses karantina kembali di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor. TSI Bogor memiliki fasilitas karantina yang diakui oleh Jepang.

Hal itu diakui oleh Koordinator Bidang Humas dan Hubungan Antarlembaga Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) Singky Soewadji yang menyebutkan bahwa Jepang sangat ketat dalam menerima kiriman satwa dari luar negeri.

"Fasilitas karantina di TSI Bogor itu adalah satu-satunya di Indonesia yang diakui oleh Jepang. Jepang itu sangat ketat. Ada kutu saja satwa itu tidak akan diterima. Jadi, saat dikirim betul-betul bersih dan sehat," katanya.

Menurut dia, paling lambat, kelima bekantan itu dikirim ke TSI Bogor, 15 Februari 2009. Di TSI, satwa itu akan menjalani karantina sekitar satu bulan.

Ia mengemukakan, pengiriman bekantan itu dengan sistem pinjam, bukan tukar-menukar. Dengan cara itu, dua bekantan jantan dan tiga betina itu sewaktu-waktu bisa diminta kembali dan anak hasil perkawinan mereka akan dibagi dua, antara Indonesia dan Jepang.

"Dengan cara itu, kita tidak dirugikan karena Indonesia masih akan mendapatkan anak-anak bekantan, termasuk induknya," kata mantan atlet berkuda itu.

Ia mengemukakan, di KBS saat ini ada sekitar 50 ekor bekantan, sedangkan di habitatnya, yakni Pulau Kaget, sudah sangat langka, apalagi di pulau itu pernah terjadi kebakaran.

Read more...

Kebanyakan Orangutan Hidup di Luar Kawasan Konservasi


Sekitar 70 persen satwa liar dilindungi, seperti Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), justru hidup di hutan di luar kawasan konservasi. Padahal, seluruh hutan Kalimantan sudah terbagi-bagi dalam konsesi-konsesi.

"Kawasan konservasi yang masih banyak memiliki habitat orangutan Kalimantan hanya di Tanjung Puting dan Gunung Palung, habitat orangutan lainnya justru bukan di kawasan konservasi," kata Pakar Satwa dari LIPI Jito Sugardjito di Jakarta, Selasa (10/2).

Ia mengkhawatirkan satwa yang jumlahnya tinggal sekitar 50.000 ekor ini akan semakin cepat punah jika para pemilik konsesi hutan ini memanfaatkan hutannya tanpa pemahaman dan kepedulian terhadap satwa liar.

Spesialis Kebijakan Hutan Orangutan Conservation Service Program (OCSP), Arbi Valentinus, mengingatkan tentang adanya salah persepsi soal perlindungan orangutan yang harus diluruskan.

"Melindungi orangutan berarti juga melindungi habitatnya, termasuk yang ada di luar kawasan konservasi sehingga semua pihak termasuk pemilik konsesi hutan juga memiliki tanggung jawab melindungi orangutan yang ada di wilayahnya," katanya.

Ia menegaskan, orangutan terancam punah bukan saja oleh perburuan ilegal, melainkan akibat kehilangan habitatnya yang disebabkan kebakaran hutan, illegal logging dan konversi lahan hutan.

Seluas 1,87 juta ha hutan Indonesia hilang setiap tahun akibat perluasan sektor perkebunan yang menghancurkan hutan alam sehingga hilanglah habitat orangutan dan merosot pula jumlahnya. Demikian dikatakannya.

Ia menilai perlunya segera memasukkan rencana aksi konservasi orangutan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) karena pada 2010 sudah harus selesai diajukan ke pusat.

Kerja sama dengan perusahaan-perusahaan pemegang konsesi hutan, lanjut dia, juga perlu dilakukan untuk melaksanakan implementasi hutan bernilai konservasi tinggi di hutan produksi dan hutan konversi yang jadi habitat orangutan.

Arbi menambahkan, hukum juga harus ditegakkan dengan merevisi UU no 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, terutama dalam hal perlindungan habitat, kewenangan penegakan hukum, serta pengaturan sanksi pidana.

"Belum pernah ada kasus orangutan diproses pengadilan padahal banyak penyitaan orangutan di lapangan," katanya.

Ada empat spesies kera besar di dunia dan sangat dilindungi, tiga di antaranya ada di Afrika, yakni gorila, simpanse, dan bonobo serta satu spesies yang hanya tersisa di Indonesia dan Malaysia, yakni orangutan.

Populasi orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) saat ini tinggal 50.000 ekor dan orangutan Sumatera (Pongo abelii) lebih kritis lagi dengan jumlah tinggal 6.650 ekor.

Read more...

Deklarasi Kelautan Manado Dipersiapkan di Jenewa

Menjelang pertemuan pejabat tinggi negara dalam Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference di Manado, Sulawesi Utara, pada 11-12 Mei 2009, berbagai persiapan ditempuh. Salah satunya rancangan Deklarasi Kelautan Manado sudah dipersiapkan dalam pertemuan awal di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss.

Demikian informasi yang disampaikan oleh Sekretaris Pertama Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa Yasmi Adriansyah, Selasa (10/2).

Deklarasi Kelautan Manado atau Manado Ocean Declaration (MOD) disepakati sebagai hasil akhir penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) nanti. Pembahasan MOD di Jenewa tersebut berlangsung Senin lalu dengan dihadiri negara anggota Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).

Direktur Jenderal Kantor PBB di Jenewa atau United Nations Office in Geneva (UNOG) Sergei A Ordzhonikidze turut memberikan sambutan di dalam pertemuan tersebut.

Sergei mengatakan, seluruh anggota PBB memiliki komitmen dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, termasuk dampak bagi kelautan yang menjadi tanggung jawab bersama.

Nyatakan dukungan

Sekretaris Jenderal WMO Michel Jarraud menyatakan dukungan terhadap Pemerintah Indonesia atas prakarsa mengangkat isu kelautan dalam agenda perubahan iklim.

Jarraud juga menyatakan kesiapan WMO untuk memberikan dukungan substantif bagi kelancaran pembahasan isu kelautan dalam konteks perubahan iklim.

Dukungan substantif tersebut juga dipaparkan di dalam pertemuan tersebut. Direktur Cuaca dan Pelayanan Reduksi Risiko Bencana WMO Geoffery B Love memberikan paparan ilmiah.

Direktur Pesisir dan Lautan pada Departemen Kelautan dan Perikanan RI Ida Kusuma W di dalam pertemuan di Jenewa tersebut memaparkan kesiapan Pemerintah Indonesia di dalam penyelenggaraan WOC nanti. Ida Kusuma juga menyampaikan rancangan awal MOD.

Secara terpisah, Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indroyono Susilo menyatakan bahwa enam kepala negara dan pejabat dari 100 negara lebih akan hadir di WOC Manado pada Mei nanti.

Read more...

02 Februari 2009

HANCOCK: Ketika Superhero Bukan Lagi Menjadi “Hero”


Amerika, kampung halaman superhero.seperti kata Umberto Eco kembali meluncurkan sebuah film yang dibintangi oleh salah satu aktor papan atas Hollywood Will Smith dan diberi judul Hancock yang diproduksi Columbia Pictures. Film garapan sutradara Peter Berg ini, mengisahkan seputar kehidupan manusia yang memiliki kemampuan superhero tapi tengah dilanda perasaan frustasi dan bingung akan identitas dirinya.
Hancock, seorang superhero keling. Hancock memiliki kemampuan layaknya seorang Superman. Ia bisa terbang, berkulit baja, tidak mempan peluru, dan memiliki kekuatan luar biasa dahsyat. Dengan kemampuannya itu ia kerap membantu pihak kepolisian memberantas kejahatan. Anehnya, Hancock tidak disukai oleh masyarakat. Ia adalah seorang pemabuk, sering merusak properti orang lain, dan selalu menggunakan cara yang destruktif dalam memberantas kejahatan ia pun memiliki karakter yang kasar, kurang sopan dan agak urakan. sehingga ada saja kerusakan yang ditimbulkannya saat beraksi. Bisa dibilang kerugian yang ditimbulkan jauh nilainya melebihi kebaikannya dalam membantu polisi. Akibatnya, ia pun sering memperoleh kecaman dan cemoohan dari warga kota. Kehidupannya, yang serba tak terurus ini, tiba-tiba berubah, saat ia menyelamatkan nyawa Ray Embrey [Jason Bateman], seorang konsultan Public Relations yang nyaris tewas dihantam Kereta Api (KA), tatkala mobilnya terjebak di tengah perlintasan KA. Ray berniat membalas budi dengan mengubah citra Hancock di depan publik. Sebagai seorang praktisi humas, ia merasa bisa mengubah perilaku Hancock sampai menjadi pahlawan yang dicintai semua orang. Dibawanya, Hancock pulang bersamanya dan diperkenalkannya dengan istrinya, Mary [Charlize Theron], dan putranya, Aaron [Jae Head]. Dan dengan berat hati Hancock menerima ide dari Ray.
Mulai saat itulah alur kehidupan Hancock berubah. Memang tak mudah mengubah seseorang. Tetapi dengan niat yang kuat dan nasehat yang tepat niscaya apapun bisa diwujudkan. Dan itu dimiliki oleh Ray, Ray merasa yakin, Hancock dapat melakukan aksi penyelamatan tanpa melakukan perusakan dan menyarankannya, untuk menyerahkan diri kepada pihak kepolisian. Tanpa lupa mengingatkannya, untuk mengurangi kebiasaannya minum miras. Dan, menempuh masa tahanan di penjara. Ray berharap, Hancock pun dapat mengubah perilaku buruknya itu menjadi baik. Selain itu, ia diwajibkan untuk ikut program rehabilitasi bagi para pecandu alkohol. Strategi Ray nyatanya berhasil. Ternyata, dari balik terali besi hotel prodeo, masyarakat kota Los Angeles rupanya, amat merindukan kehadiran Hancock. Pasalnya, hanya Hancock-lah yang mampu membuat para penjahat takut berkeliaran di kota. Selang beberapa pekan, mendekam dalam penjara, kepala polisi pun meneleponnya. Hancock diminta membantu menangkap penjahat yang tengah menyandera nasabah bank. Ia pun berhasil menumpas kejahatan, tanpa menimbulkan kerusakan. Hingga, masyarakat kembali mengelu-elukannya sebagai sang pahlawan.
Sayangnya, film ini kemudian memiliki twist yang sama sekali tidak sambung dengan premise awalnya. Mendadak muncul seorang superhero lain yang juga berkaitan dengan karakter Ray. Ia sontak menjadi titik puncak klimaks film ini. Berbagai adegan aksi baku hantam penuh spesial efek diumbar. Kisah awal yang cukup menjanjikan dari sisi humanis dan menawarkan sebuah penggambaran sarkastik tentang seorang superhero mendadak ditinggalkan. Seolah sang penulis skenario, produser, dan sutradara ingin menggabungkan dua premise yang berbeda dalam sebuah film.
Kelemahan ini terhitung cukup fatal. Semua adegan aksi yang mengikuti twist itu menjadi sangat hambar. Penyelesaian cerita pun dipaksakan untuk dipercepat. Buntutnya, film Hancok terasa tak lebih dari sebuah produk hasil pergumulan dua ide berbeda yang sama sekali tak mampu bersenyawa. Will Smith seperti biasa mampu menjadi jaminan box office. Ia pun sejauh ini mampu berjaya mendatangkan banyak pemasukan dari segala jenis genre film. Hancock bisa dipastikan terselamatkan oleh sosoknya. Meskipun mudah-mudahan namanya tidak begitu memudar karena

Read more...

UU BHP, SEBUAH UPAYA UNTUK MENJADIKAN PENDIDIKAN SEBAGAI PERUSAHAAN KOMERSIL

Pada tanggal 17 Desember 2008, akhirnya Komisi X DPR RI mengesahkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Pertanyaanya, apa yang sesungguhnya melandasi sikap pemerintah untuk membuat dan mengesahkan UU BHP? Apa yang membuat ada perbedaan di antara UU PT-BHMN (Badan Hukum Milik Negara) dan UU BHP? Apakah UU BHP adalah jawaban atas permasalahan-permasalahan pada UU PT-BHMN (penyempurnaan)? Satu hal yang menarik di sini, pihak pemerintah menggunakan proporsi 2/3 seluruh biaya pendidikan yang akan ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan sisanya sebanyak 1/3 dari seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh masyarakat. Adalagi kemudian disebutkan apabila institusi pendidikan sudah diharuskan untuk menyusun laporan keuangan konsolidasi seperti halnya pada perusahaan-perusahaan komersial. Jika praktek BHMN hanya terbatas pada lingkup perguruan tinggi negeri (PTN), maka BHP akan berlaku untuk semua institusi pendidikan dasar (termasuk Madrasah).
Latar Belakang
Sebelum terbentuknya RUU BHP, perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia sudah menggunakan badan hukum yang dikenal PT-BHMN sejak tahun 2000. Permasalahannya, bentuk badan hukum seperti BHMN dianggap masih masih memiliki kekurangan terutama pada aspek pengaturan sumber pendanaan. Kontribusi pemerintah sama sekali tidak disebutkan, kecuali hanya membahas soal penyelesaian status aset kepemilikan. Bentuk badan hukum seperti BHMN hanya berlaku terbatas di lingkungan perguruan tinggi negeri. Sekalipun demikian, beberapa sekolah di tingkat pendidikan dasar sudah mulai disosialisasikan sistem yang berlaku dalam BHMN. RUU BHP yang disahkan oleh DPR melalui Komisi X tanggal 17 Desember 2008 sesungguhnya melengkapi kekurangan yang tidak disebutkan pada BHMN. Apabila lingkup BHMN masih terbatas pada perguruan tinggi negeri, maka BHP diperluas hingga pada tingkat pendidikan dasar.
Menurut pihak Komisi X DPR RI, keberadaan RUU BHP diharapkan akan mampu menghapus praktek komersialisasi pendidikan yang selama ini terjadi pada BHMN. Dalam RUU BHP telah di atur tentang sumber pendanaan pendidikan di mana pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan menanggung sebesar 2/3 dari total biaya pendidikan seperti yang tertera pada Bab V, Pasal 33 dan 34, Pendanaan (berdasarkan RUU BHP tanggal 5 Desember 2008). Dalam Pasal 34, ayat 5 (sekarang Pasal 41, ayat 7) disebutkan jika anak didik hanya menanggung 1/3 dari seluruh biaya operasional. Ditambahkan pula pada Pasal 38 bahwa BHP mengalokasikan beasiswa kepada sedikitnya 20% dari seluruh peserta didik. Tidak ada penjelasan per pasal yang menerangkan mengenai besarnya angka 20% dari total populasi mahasiswa.
Sebelumnya, tidak ada kewajiban bagi lembaga pendidikan untuk menyampaikan ataupun mempublikasikan laporan keuangan. Dalam RUU BHP Bab VI Tentang Akuntabilitas dan Pengawasan, Pasal 40 (ayat 4) disebutkan jika institusi pendidikan diharuskan menyusun laporan manajemen dan laporan keuangan. Dalam Pasal 43, Ayat 1 ditegaskan jika laporan keuangan yang dimaksudkan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari laporan tahunan BHP yang disusun mengikuti standar akuntansi yang berlaku. Pada Pasal 43, Ayat 2 disebutkan jika laporan keuangan BHP merupakan laporan keuangan tahunan konsolidasi. Di dalam Pasal 43, Ayat 1, laporan keuangan tahunan BHP diaudit oleh akuntan publik. Disebutkan pula pada Pasal 43, Ayat 3 bahwa laporan keuangan BHP harus dipertanggungjawabkan kepada publik melalui pemuatan di media cetak berbahasa Indonesia dan penempatan di papan pengumuman resmi setiap satuan pendidikan yang dikelolanya.

Telaah atas RUU BHP
Ada ketidakjelasan dalam merumuskan istilah otonomi dan kemandirian pendidikan. Di satu sisi, sumber pendanaan disebutkan sebesar 2/3 berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di sisi lain, pihak institusi pendidikan masih diberikan keleluasaan untuk memperoleh sumber pendanaan lain seperti sumbangan pendidikan, wakaf, zakat, pembayaran nadzar, pinjaman, sumbangan perusahaan, dan penerimaan lain yang sah (Bab V – Pendanaan, Pasal 37, Ayat 1). Pertanyaannya, jika dimisalkan sumber pendanaan lain bisa terakumulasi sebesar separuh dari besarnya total biaya operasional pendidikan, bagaimana rumusan untuk menentukan 2/3 pendanaan yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan 1/3 yang ditanggung oleh anak didik?.
Bisa saja pihak pengelola pendidikan akan mengelola hasil pendanaan lain-lain sebesar 35 untuk keperluan pembangunan ataupun pengembangan infrastruktur pendidikan. Sekalipun demikian, perumusannya akan lebih cenderung tidak menguntungkan anak didik secara ekonomi. Sekalipun disebutkan kata nirlaba, akan tetapi tetap tidak bisa mengabaikan apabila dalam pelaksanaannya nanti cenderung untuk orientasi memberikan keuntungan (benefit) kepada pihak pengelola pendidikan.
Dalam RUU BHP juga tidak diperjelas mengenai pengertian biaya operasional pendidikan. Apakah yang dimaksudkan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan untuk per anak didik atau akumulasi dari keseluruhan biaya penyelenggaraan institusi pendidikan? Perlu diketahui, apabila pihak institusi pendidikan membayar cicilan utang, maka cicilan utang tadi sesungguhnya adalah bagian dari biaya operasional penyelenggaraan pendidikan. Misal saja cicilan utang untuk pembangunan infrastruktur pendidikan seperti bangunan, lab, perpustakaan, dan perbaikan sarana. Apabila mengikuti kaidah yang berlaku dalam akuntansi, biaya operasional tersusun dari berbagai macam komponen yang penulisannya dalam laporan keuangan dipisahkan berdasarkan aturan penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Kaidah dalam penyusunan laporan keuangan tidak seperti menyebutkan besarnya biaya operasional, akan tetapi mengikuti penyusunan kaidah laporan keuangan konsolidasi. Jika yang dimaksudkan biaya operasional pendidikan adalah biaya operasional pada laporan keuangan konsolidasi, maka pengawasannya akan semakin sulit. Lalu siapa yang selanjutnya akan mengawasi angka 1/3 atau 2/3?. Angka 20% dari jumlah populasi anak didik yang mendapatkan beasiswa juga tidak jelas. Apakah angka 20% tadi sudah dipertimbangkan memenuhi asas keberpihakan kepada mereka yang lemah (option for the poor)? Ataukah angka 20% hanyalah untuk melengkapi keseluruhan penyusunan RUU BHP?.
Penyebab Pendidikan Mahal?
 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UUBHP) yang disetujui DPR pada 17 Desember 2008 telah menuai reaksi dari mahasiswa, guru, dan pemerhati pendidikan di beberapa tempat. Pada dasarnya, reaksi tersebut disebabkan dua hal. Pertama, pemahaman yang belum utuh terhadap UUBHP. Kedua, dugaan bahwa BHP identik dengan praktik beberapa PTN dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memasang tarif SPP yang tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Apakah UUBHP menyebabkan pendidikan menjadi mahal, sehingga masyarakat miskin tidak mampu membayar SPP. Menurut Pasal 41 Ayat (1) UUBHP, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHP Pemerintah (di bawah Depag) dan BHP Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi para siswa. Jadi, UUBHP menjamin bahwa negara menanggung semua biaya pendidikan untuk wajib belajar 9 tahun atau siswa tidak perlu membayar SPP. 
Untuk siswa pendidikan menengah, Pasal 41 Ayat (8) UUBHP menjamin biaya pendidikan yang ditanggung oleh seluruh siswa pada BHPP atau BHPPD paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP atau BHPPD tersebut. Kalimat "paling banyak" berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut SPP. Sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya, menanggung sisanya, yaitu paling sedikit sepertiga biaya operasional BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah. Kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari sepertiga hingga mendanai seluruh biaya operasional, bergantung pada seberapa besar kemampuan siswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya membayar SPP.
Bagi pendidikan tinggi, Pasal 41 Ayat (9) UUBHP menetapkan bahwa mahasiswa menanggung paling banyak sepertiga dari biaya operasional BHPP tersebut. Sedangkan menurut Pasal 41 Ayat (6) UUBHP, pemerintah bersama BHPP menanggung sisanya, yaitu paling sedikit 1/2 biaya operasional BHPP tersebut. Kalimat "paling banyak", berarti dapat kurang dari sepertiga hingga tidak dipungut biaya SPP. Sedangkan kalimat "paling sedikit" berarti dapat lebih dari 1/2 hingga mendanai seluruh biaya operasional BHPP tersebut, bergantung pada seberapa besar kemampuan mahasiswa, orangtua, atau pihak yang membiayainya untuk membayar SPP.
Efek Untuk Universitas Swasta
Secara langsung sulit untuk melihat apakah benar-benar universitas swasta terkena pengaruh dari kebaradaan UU BHP ini. Hal ini karena sejak dulu universitas swasta tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah dalam menghidupkan aktifitasnya seperti yang dilakukan oleh PTN. Meskipun begitu, mau tidak mau UU BHP ini juga bisa berdampak terhadap keberadaan universitas swasta dimana calon mahasiswa akan semakin bingung untuk menentukan kuliah yang akan dia tuju hal ini karena baik PTS maupun PTN semuanya mahal. Hal ini dapat menjadi bumerang tersendiri bagi PTS karena dipastikan calon mahasiswa akan lebih memilih PTN dibandingkan dengan PTS karena nama besar yang dimiliki oleh PTN tersebut meskipun dari segi biaya hampir sama.
Penutup
Sulit untuk menilai apakah RUU BHP memiliki kecenderungan untuk mengkomersilkan pendidikan nasional. Ada beberapa hal di dalam perancangan UU BHP yang masih perlu diberikan penjelasan tambahan. Perlu diketahui jika RUU BHP sesungguhnya adalah upaya untuk mempertahankan keberlangsungan pendidikan nasional dengan men-swastakan pendidikan nasional tersebut. Sistem seperti ini hampir tidak berbeda dengan sistem pendidikan di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa lainnya. Pada akhirnya, sekalipun disebutkan peran pemerintah (sebagai salah satu sumber pendanaan) akan menjadi pilihan pelengkap. Perlu diketahui pula apabila RUU BHP merupakan salah satu bentuk tindak lanjut dari UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 24 dan 60 yang menyebutkan apabila institusi pendidikan masih diberikan keleluasaan (otonomi) untuk mengelola pendidikan, termasuk di dalam BHP mengelola sumber-sumber pendanaan.
Langkah bijaksana untuk ke depan adalah terus melakukan evaluasi dan pengawasan karena UU BHP yang sudah disahkan tadi masih perlu mendapatkan perbaikan ataupun penyempurnaan. Jika penyusunannya dikatakan tergesas-gesa, mungkin ada benarnya karena dalam UU BHP mulai diberlakukan penyusunan laporan keuangan tahunan. Ini berarti, jika harus dilakukan pra kondisi, maka pelaksanaannya harus dimulai sebelum akhir tahun. Satu hal dari pengesahan RUU BHP adalah substansinya yang belum menyelesaikan ataupun menjawab permasalahan mendasar pada BHMN. (Tim Laput Spora/Diolah/Dari Berbagai Sumber)

Read more...

01 Februari 2009

MENGHILANGKAN JEJAK KONFLIK ETNIK MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL*

PENDAHULUAN

Masalah integrasi dalam negara kesatuan yang multietnik dan struktur masyarakatnya majemuk, seperti “serigala berbulu domba” atau penuh ambivalensi (ambigu). Perfomance-nya menampakan sebuah keseimbangan (equillibrium) di antara struktur sosial, politik, dan kebudayaannya, tetapi isinya penuh dengan intrik, ketidakpuasan, paradoks, etnosentrisme, stereotipisme, dan konflik sosial yang tidak kunjung selesai (Husamah, 2008).
Inilah fakta Indonesia. Sebagaimana menurut Usman (2004), negara keempat terbesar di dunia dan masyarakatnya paling plural ini selalu dihantui ancaman disintegrasi bangsa dan gerakan separatisme. Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh heterogenitas etnik dan bersifat unik. Secara horisontal ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan primordialisme. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan-lapisan atas dan lapisan bawah. Tidak mengherankan jika sejak kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, NKRI selalu dirongrong isu disintegrasi, konflik antar suku dan gerakan separatisme, .
Konflik antar-suku kemudian berakhir dengan kekerasan horizontal sungguh memang sangat mengkhawatirkan dan memilukan kita sebagai anak bangsa yang dibesarkan dalam keragaman dan berbeda-beda. Kerusuhan Poso muncul sejak 1998. Perang berisu SARA itu telah menewaskan ratusan orang, menghilangkan lapangan pekerjaan dan menyebabkan ribuan rumah hangus. Pada Mei 1998 lalu, etnies Tionghoa menjadi target pembantaian di Jakarta dan Kalimantan Tengah. Dari data yang dihimpun dari berbagai sumber, sampai pada tahun 2005 kasus SARA di Jawa Timur yang berdampak kerusakan dan teror penutupan gereja hingga mencapai jumlah fantastis, lebih dari 80 gereja. Ini belum termasuk data terbaru sampai tahun 2007 (Riansyah, 2008).
Sejarah juga telah mencatat berbagai bentuk aksi diskriminasi, kekerasan, konflik, dan berbagai bentuk kesenjangan lain yang paling mencolok terkait dengan etnis Tionghoa. Mereka diperlakukan sebagai orang luar masyarakat di mana mereka hidup. Mereka juga diperlakukan secara tidak adil dan tidak sederajat. Mereka merasakan adanya tindakan diskriminasi secara individual dan kolektif, mereka dibatasi, memiliki gengsi yang rendah, seringkali menjadi sasaran olok-olok, kebencian dan tindakan kekerasan (Suparlan, 2006). Konflik dengan kekerasan lebih lanjut dapat berbentuk amuk massa dengan ciri-ciri kekerasan fisik, pelecehan seksual, pemerkosaan, penjarahan dan pembakaran (Iskandar, 2006). Hal ini seperti yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998.
Indonesia selalu berhadapan dengan konflik sehingga mempunyai peluang menjadi negara yang pecah akibat ketidakstabilan kondisi sosiokultural dan politik. Samuel Hutingthon dalam Lestariana (2006) pernah berkomentar bahwa pada akhir abad ke-20, bahwa Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi paling besar untuk hancur, setelah Yugoslavia dan Uni Soviet. Demikian juga Cliffrod Gertz, antropolog yang Indonesianis, dalam Lloyd (2000) ia pernah mengatakan bahwa jika bangsa Indonesia tidak pandai-pandai memanajemen keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etnik, maka Indonesia akan pecah menjadi negara-negara kecil.
Karya tulis akan mencoba mencari solusi atas konflik yang selama ini terjadi di Indonesia. Menurut analisis penulis, pendidikan multikultural merupakan salah satu alternatif jitu untuk meminimalisasi bahkan menghilangkan jejak konflik dari Indonesia. Ini merupakan sebuah keniscayaan dan perlu diarusutamakan. Oleh karena itu dalam karya tulis tinjauan pustaka hanya dibatasi pada telaan tentang konflik, masyarakat multikultural, pendidikan multikultural dan penerapannya.

METODE PENULISAN

Tipe Pendekatan
Karya tulis ini merupakan tulisan yang menggunakan perspektif pendidikan berupa pendidikan multikultural. Analisis yang dilakukan difokuskan pada pada urgensi penerapan pendidikan multikultural sekaligus upaya yang harsu dilakukan untuk menerapkannya.
Pengumpulan Data
Data yang di gunakan adalah data sekunder, yaitu data yang dipelajari dari berbagai dokumentasi atau literatur seperti buku, koran, majalah, jurnal, makalah, maupun artikel di internet yang berkaitan dengan kajian masalah.
Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan karya tulis ini adalah pendahuluan (latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat). Selanjutnya menuju tinjauan pustaka, metode penulisan, dan pembahasan. Tahap akhir penulisan adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran/rekomendasi yang relevan berdasar hasil analisis pada pembahasan yang telah dilakukan. Penulisan karya tulis ini diawali dengan mengumpulkan data-data dan informasi yang terkait dengan kajian masalah. Data-data dan informasi yang terkumpul kemudiann di pilah-pilah dan dievaluasi (meta-analisis) guna memberikan keakuratan informasi dan ketepatan analisis yang akan ditulis atau diginkan. Tahapan selanjutnya adalah menganalisis data-data dan informasi yang terkumpul. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu serangkaian prosedur yang digunkan sebagi upaya pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan atau melukiskan keadaan subyek/obyek yang dikaji (seseorang, lembaga, masyarakat, sistem dan lain-lain).

PEMBAHASAN

Pendidikan Multikultural untuk Meminimalisasi Konflik
Upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin dapat terwujud apabila; (1) konsep multikulturalisme menyebar luas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya; (2) kesamaan pemahaman diantara para ahli mengenai multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya dan (3) upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini (Suparlan, 2002).
Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak. Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Jika kita menengok sejarah Indonesia, maka realitas konflik sosial yang terjadi sering kali mengambil bentuk kekerasan sehingga mengancam persatuan dan eksistensi bangsa. Pengalaman peperangan antara kerajaan-kerajaan sebelum kemerdekaan telah membentuk fanatisme kesukuan yang kuat. Sedangkan terjadinya konflik sosial setelah kemerdekaan, sering kali bertendensi politik, dan ujungnya adalah keinginan suatu komunitas untuk melepaskan diri dari kesatuan wilayah negara kesatuan, bahkan buntutnya masih terasa hingga sekarang, baik yang terjadi di Aceh dan Papua. Tanpa pendidikan multikultural, maka konflik sosial yang destruktif akan terus menjadi suatu ancaman yang serius bagi keutuhan dan persatuan bangsa.
Pendidikan kewiraan, kepramukaan dan kewarganegaraan sesungguhnya dilakukan sebagai bagian dari proses usaha membangun cara hidup multikultural untuk memperkuat wawasan kebangsaan. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan kewiraan sudah mulai kehilangan dimensi multikulturalnya, sebagai akibat krisis militerisme dalam kehidupan politik bangsa. Akibatnya tidak ada lagi minat dan semangat di kalangan mahasiswa untuk mempelajarinya, bahkan telah kehilangan aktualitasnya. Sementara pendidikan kepramukaan dan kewarganegaraan menjadi antirealitas karena tidak mengalami aktualisasi hidup di tengah realitas perubahan sosial yang kompleks dalam tekanan budaya global yang cenderung materialistik dan hedonistik.
Era reformasi telah membuka mata kita terhadap semua borok-borok kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah berlangsung selama ini. Realitas korupsi telah menghancurkan sendi-sendi persatuan bangsa, karena korupsi ternyata melestarikan ketidakadilan sosial, ekonomi, dan hukum yang semakin tajam dan ikut memperkeras konflik sosial. Sementara pendidikan kewiraan, kepramukaan, bahkan keagamaan telah kehilangan aktualitas multikulturalnya, dan pada gilirannya akan memperkeras konflik sosial yang ada. Karena itu, pendidikan multikultural harus direvitalisasi dan direaktualisasi secara kreatif sehingga tidak kehilangan jiwa dan semangatnya (Asy’arie, 2004).
Berakhirnya sentralisme kekuasan yang pada masa orde baru memaksakan "monokulturalisme" yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang bukan tidak mengandung implikasi-implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, terjadi peningkatan gejala "provinsialisme" yang hampir tumpang tindih dengan "etnisitas". Kecenderungan ini, jika tidak terkendali akan dapat menimbulkan tidak hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, tetapi juga disintegrasi politik (Azra, 2002).
Budianta (2003) berpendapat bahwa melalui pendidikan multikultural siswa dapat diajak untuk melihat contoh-contoh kongkrit bahwa kebudayaan tidak bersifat statis melainkan merupakan suatu proses yang terus terjadi. Kebudayaan merupakan suatu wilayah yang batasnya terbuka terhadap berbagai pengaruh, interaksi, percampuran dan peleburan.
Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi anak didik (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademik maupun sosial anak didik (Amini, 2005). Anderson dan Cusher (dalam Hasan: 2001) mengatakan bahwa multikultural adalah pendidikan keragaman kebudayaan. Definisi ini mengandung unsur yang lebih luas, meskipun demikian posisi kebudayaan masih sama yakni mencakup keragaman kebudayaan menjadi sesuatu yang dipelajari sebagai objek studi. Dengan kata lain keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan, khususnya bagi rencana pengembangan kurikulum. Azra (2002) menjelaskan pendidikan multikultural sebagai pengganti dari pendidikan interkultural, diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia seperti; toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal serta subyek-seubyek lain yang relevan.
Upaya Penerapan Pendidikan Multikultural
Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan pengembangan demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional. Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan (3) transformasi masyarakat. Menyusun pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan anatar kelompok mengandung tantangan yang tidak ringan. Pendidikan multikultural tidak berarti sebatas "merayakan keragaman" belaka (DEPAG RI dan IRD, 2003)
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Pendidikan multicultural dianggap mampu meminimalisasi konflik karena merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Siswa dan selanjutnya masyarakat memiliki sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.
2. Untuk menerapkan pendidikan multikultural di sekolah terlebih dahulu perlu diidentifikasi dan dijawab beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) Apakah pendidikan multikultural penting diberikan di sekolah; (2) Apakah pendidikan multikultural dapat membantu siswa berinteraksi dalam lingkungan yang multikultur; (3) Materi apa saja yang bisa dimasukkan dalam silabus pendidikan multikultural; (4) Apakah materi pendidikan multikultural bisa diintegrasikan pada semua mata pelajaran atau bisa menjadi bidang studi tersendiri; (5) Bagaimana kesiapan sekolah melaksanakan pendidikan multikultural; (6) Metode pembelajaran yang bagaimana, cocok digunakan dalam Proses Belajar Mengajar pendidikan multikultural; (7) Apakah pendidikan multikultural bisa diberikan pada semua jenjang pendidikan; (8) Apakah penyusunan silabus pendidikan multikultural disesuaikan berdasarkan budaya lokal setempat, (9) Apakah konsep dasar pendidikan multikultural dapat memberi signifikansi positif untuk diberikan pada usia sekolah pendidikan dasar dan menengah, (10) Bagaimanakah bentuk, institusi sosial masyarakat dan institusi negara mengambil inisiatif atau peran dalam pengembangan gagasan pendidikan multikultural.
Saran/Rekomendasi
Akhirnya upaya-upaya tersebut diatas tidak akan mungkin dapat dilaksanakan bila tidak didukung dengan tekad dan itikad yang baik. Saran penulis adalah pemerintah baik pusat maupun daerah sudah saatnya memahami dan mengimplementasikan wacana tersebut. Bersamaan dengan upaya-upaya ini, sebaiknya Departemen Pendidikan Nasional mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk diberlakukan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat SD sampai dengan tingkat SLTA. Multikulturalisme sebaiknya termasuk dalam kurikulum sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstrakurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah yang terintegrasi dalam mata pelajaran yang telah ada. Hal ini tentu tidak aan menambah beban siswa daripada harus menjadi mata pelajaran sen diri. Tentunya wacana ini akan valid jika didukung penelitian yang tepat dan sesuai

DAFTAR PUSTAKA


Amini, Ernie Isis Aisyah. 2005. Analisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi Pada Siswa SLTP. Singaraja: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja
Asy'arie, Musa. 2004. Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa. Harian Kompas Edisi 03 September 2004.
Atmadja, Nengah Bawa. 2003. Multikulturalisme dalam Persepektif Filsafat Hindu. Makalah di Sajikan dalam Seminar Damai Dalam Perbedaan. Singaraja: 5 Maret 2003
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal Ika. Makalah disampaikan dalam symposium International Antropologi Indonesia ke-3. Denpasar: Kajian Budaya UNUD.
Budianta, Melani. 2003. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Gambaran Umum, Dalam artikel Menuju Indonesia yang Multikultural. http://chaoticsunshine.multiply.com/journal.
Budiman, Manneke. Multikulturalisme: Antara Kekhawatiran dan Harapan. Jakarta. Jurnal Srinthil Edisi 12 Juni 2000.
DEPAG RI dan IRD. 2003. Kurikulum: Kurikulum Berbasis Multikulturalisme. Majalah Inovasi Edisi IV, Tahun 2003.
Glazer, N. 1997. We Are Multiculturalists Now. Cambridge: Harvard University Press.
Hasan, Hamid. 2001. Pendekatan Multikultural Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional. Dalam seminar Pengembangan Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Husamah. 2008. Mengusung Multikulturalisme. Media Indonesia Edisi 12 Juli 2008.
Kusni, J.J. 2001. Negara Etnik. Cetakan I. Fuspad. Jakarta.
Joesoef, Daoed. 2001. Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran” Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi. Jakarta: Penerbit Kompas, 2001.
Lestariana, Grace. 2006. Soft Power dan Manajemen Konflik Masalah Tionghoa Indonesia. Malang: Lembaga Kebudayaan UMM.
Lloyd, Grayson. 2000. Indonesia's Future Prospects: Separatism, Decentralisation and the Survival of the Unitary State. Australia: Parliament of Australia-Parliamentary Library.
Pramono, Suwito Eko. 1999. Urgensi Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan IPS. Seminar dan Sarasehan Forum Komunikasi IX, Pimpinan FPIPS-IKIP dan JPIPS- FKIP/STKIP Se Indonesia. STKIP Singaraja: Bali.
Purwasito, Andrik. 2003. Komunikasi Multikultural. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Riansyah, Levi. 2008. Manifestasi Pendidikan Pluralisme dan Multikultural. Malang: Averroes Community.
Spradley, James, P. 1997. Metode Etnografi. Diterjemahkan dari The Etnographic Interview. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Suparlan, Parsudi. 2001. Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Makalah dalam Simposium minternational Antropologi Indonesia ke-2. Padang. Universitas Andalas 18-21 Juli 2001.
Tilaar, H. A. R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
*Karya tulis ini merupakan Juara I Lomba Karya Tulis Mahasiswa Lomba Pemikiran Kritis Mahasiswa Dalam Rangka Student Day 2008/2009 Universitas Muhammadiyah Malang 2008.

Read more...

BUSANA MUSLIMAH SEBAGAI PERLINDUNG ALAMI

Memiliki jilbab adalah ciri khas seorang muslimah. Tetapi di Indonesia, jilbab pernah dilarang, diera 1980-1990-an jilbab pernah dihebohkan dan dilarang untuk digunakan. Diakhir tahun tersebut, akhirnya jilbab dibolehkan untuk dipakai. Sejak diturunkannya SK No 100/C/Kep/D/1991 pada tahun 1991. tetapi orang kadang menafsirkan memakai busanah muslimah itu ribet, kuno, dan ketinggalan zaman. Pada zaman dahulu jilbab memang indentik dengan pakaian lebar, panjang, dan kerudung penutup kepala. Modelnya pun senada. Selain jubah hanya baju panjang dan rok. Sehingga pemakai jilbab dianggap kurang modis dan ketinggalan fashion. Seiring perkembangan zaman, manusia semakin pandai mengenal teknologi dan manusia semakin pandai memodifikasi barang dan menciptakan kreasi baru yang inofatif. Jilbab menjadi salah satu target mode atau fashion. Mulai banyak aneka baju muslimah yang modis, coraknya menarik, desan yang kreatif dan berbagai kreasi kerudung. Orang mulai tertarik pada jilbab. Memakai jilbab tidak lagi ribet dan kuno. Sedikit demi sedikit orang-orang yang memakai jilbab semakin percaya diri. Karena memakai jilbab gampang, efektik dan mudah.
Tapi terkadang mudah itu disalah artikan. Orang memakai jilbab dengan gampang . sehingga makna jilbab itu sendiri terabaikan. Banyak para muslimah terutama para remaja memakai pakaian yang asal menutup dan jilbab yang asal menutup rambut, busana muslima mulai diselewengkan. Wanita-wanita banyak yang memakai baju ketat, menampakkan lekuk tubuh, bahkan tembus pandang dengan jilbab yang secukupnya. Leher masih terlihat. Terkadang telinga dibiarkan terbuka. Meskipun berusaha mengejar mode, tetapi kegunaan jilbab yang sesungguhnya tidak boleh terlupakan . busanah muslimah itu harus:
1) Menutupi seluruh tubuh kecuali yang boleh ditampakkan.
2) Tidak boleh tipis atau tembus pandang.
3) Tidak membentuk lekuk tubuh
4) Tidak menampakkan rambut
5) Tidak menyerupai pakaian laki-laki
6) Tidak mencolok
Selain itu, busana muslimah juga merupakan tanda pengenal bagi wanita, muslimah. Seperti yang tercantum dalam surat Al-Ahzab 59: “Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan wanita-wanita beriman , supaya mereka menutup tubuhnya dengan jilbab, Yang demikian itu supaya mereka lebih dikenalin, maka merekapun tidak akan diganggu. Dan Allah SWT pintu maha pengampun lagi maha penyayang ”. Bagi masyarakat yang tinggal di wilayah yang memiliki musim dingin, jenis pakaian ini sangat berguna karena dapat mengurangi rasa dingin pada tubuh. Tetapi bagaimana dengan masyarakat yang tinggal dimusim tropis dan gurun yang suhu udaranya sangat tinggi ? lalu, dimana letak keuntungan dan kenyamana berbusana tersebut?
Didalam surat An- Nahl 81 disebutkan secara jelas bahwa salah satu fungsi dari pakaian adalah pelindung dari panas. Artinya mempunyai peranan penting dalam perlindungan tubuh terutama pada kulit dan rambut. Kulit adalah pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan yang merupakan organ tubuh terbesar. Didalam kulit terdapat ujung-ujung sel saraf sensorik sehingga kulit merupakan alat indra peraba yang dapat merasakan panas, dingin, sentuhan, nyeri dan tekanan. Selain berfungsi sebagai alat peraba, kulit juga berfungsi melindungi tubuh dari luka dan infeksi, membuat tubuh tahan dari air, dan mengatur suhu tubuh. Dan khususnya bagi wanita, kulit merupakan salahsatu media kecantikan dan keindahan bagi mereka.
Bila kulit sering diterpa gelombang sinar pendek / ultraviolet A(UV A) maupun gelombang sinar panjang/ ultraviolet B(UV B) terutama pada jam 09.00-14.00 akan mengakibatkan pengaruh negatif pada kilit. Lapisan kilit luar (epidermis) maupun lapisan kulit dalam (dermis) akan rusak. Selain itu., jika tidak ada perlindungan ada kulit, akan ada dampak lain yang lebih buruk akan menimpa pada kulit antara lain, luka bakarsinar matahari, kanker kulit, menurunkan kekebalan tubuh yang menyebabkan pengurunan respon terhadap penyakit dll.
Selain itu dampak negative yang ditimbulkan oleh sinar matahari terhadap kulit antara lain lembab dan berminyak. Sehingga memicu timbulnya ketombe, gatal-gatal dan kerontokan rambut. Rambut manusia memeliki siklus kehidupan tersendiri. Ia tidak tumbuh terus menerus. Siklus pertumbuhan ini mengikuti sinyal dan system yang sangat komplek. Dikepala manusi rata-rata terdapat 100.000 rambut. 15% diantaranya dalam fase rontok. Jadi, yang termasuk dalam kategori kerontokan adalah apabila rambut rontok jumlahnya lebih 100 helai per hari. Kerontokan rambut merupakan proses alamiah yang dialami rambut kita. Karena rambut tumbuh, berkembang melalui tahapan-tahapan tertentu, kemudian mati. Dalam setiap harinya pasti selalu ada rambut yang rontok dari kulit kepala kita. Jadi, tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa rambut yang rontok karena memakai jilbab.
Islam begitu mulia dan menjunjung tinggi martabat wanita dan kehormatannya. Pakaian muslimah disyariatkan untuk melindungi wanita dari berbagai bentuk pelecehan dan penyimpangan moral seperti tindak kriminal. Pakaian yang sesuai dengan syariat melindungi tubuh wanita dari pandangan yang menjerumuskan pada hawa nafsu dan memancing tindak kriminal.oleh sebab itu pakaian muslimah beserta jilbabnya memang disyariatkan karena selain berfungsi melindungi tubuh juga bmempunyai banyak menfaat bagi semua pihak.

Read more...

LIFE’S STYLE REMAJA

Saat ini kita hidup dalam era reformasi dan globalisasi, dimana perubahan-perubahan dapat terjadi begitu saja dengan mudah dan cepat. Setiap harinya kita basah kuyup akan sajian-sajian yang diberikan oleh media baik itu berupa gambar, suara, gagasan. Dan sejuta sensasi yang bombastis. Kadang-kadang sebelum kita menelaah dan mencoba mencerna sebuah informasi baru, kita sudah dihadapkan lagi pada hal-hal baru lain. Namun pernahkah kita sadari dampak yang timbul dari unsur-unsur globalisasi yang termuat melalui sajian-sajian media, yang merupakan target utama penerima dampak dari perubahan –perubahan yang ada disekitarnya. Mengapa harus remaja? Iya, karena remaja adalah komunitas yang amat besar di lingkungan kita.
Seperti yang kita ketahui, masa muda atau yang biasa kita kenal dengan masa remaja adalah masa-masa yang paling indah. Dan masa depan suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana perilaku generasi mudanya. Di masa yang penuh dengan gejola ini berbagai pengalaman baru akan kita dapati. Kita akan merasa penasaran pada hal-hal yang belum pernah kita coba, yang mana sebenrnya hal-hal baru tersebut di lakukan tidak lain adalah untuk mencari jati diri. Dan dalam pencarian jati diri tersebut ada sebuah aspek penting dari sifat manusia, yang mana bahwasanya setiap manusia ingin di perhatikan dan tidak seorangpun ingin diacuhkan dan di lupakan. Semua manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk dicintai, dikagumi dan menjadi istimewa. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang kemudian menuai kerinduan untuk mendapatkan perlaukan, penghormatan dan popularitas serta berbagai bentuk perhatian yang positif. Ada sifat kebutuhan dasar tersebut maka tidak jarang jika banyak para remaja yang senantiasa memperhatikan gaya hidupnya, seperti gaya bergaul, berpenampilan, berbicara dan berteman.
Dalam hal bergaul remaja sekarang lebih condong mengaplikasikan apa yang mereka lihat dari media, baik media televise, radio, maupun majalah-majalah yang sebenarnya apa yang mereka lihat dan mereka dengar itu tidak semuanya benar, karena kebanyakan cara bergaul yang mereka lihat dan dengar itu cenderung mengarah pada hal-hal yang bebas. Sehingga tidak sedikit dari remaja-remaja sekarang ini yang terjerumus pada pergaulan bebas seperti terjerat narkoba, tindak kriminal dan yang lebih parah lagi adalah terjerumus pada pergaulan seks bebas.
Seperti halnya narkoba, seorang remaja biasanya mengenal itu dari teman- teman sebayanya, yang awalnya hanya dengan bujukan atau iming-iming bahwasanya nikmat. Namun karena adanya tekanan dan pengaruh yang sangat kuat (peerpresure) secara terus-menerus akhirnya mereka terpengaruh untuk mencobanya. Hal lain yang tidak kalah maraknya dikalngan remaja adalah mengenai seks bebas. Dan inilah yang agaknya sampai sekarang perlu mendapatakan perhatian serius, mengingat saat ini akses informasi melalui media masa begitu mudah. Televisi, radio, internet, koran, tabloid sepertinya saling berlomba-lomba untuk menghadirkan topik mengenai seks, sehinggga banyak remaja yang sudah sangat akrab dengan informasi yang berhubungan dengan seks. Jika seorang remaja telah terjerumus pada hal-hal yang telah disebutkan tadi maka disinilah peran aktif orang tua sangat dibutuhkan. Karena seorang anak mulai dari kecil hingga dewasa membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan dukungan dari orang tuanya, selain itu orang tua juga perlu menanamkan rasa percaya terhadap anaknya sehingga mereka tidak mudah terpengaruh atau percaya begitu saja kepada temannya.
Dalam penampilan sebagai remaja menyukai sesuatu yang modern dan mengikuti trend masa kini. Misalnya saja remaja lebih suka bergaaul dengan teman-temannya yang sepadan dengannya baik dari segi berfikirdan penampilannya. Oleh sebab itu biasanya remaja lebih suka bergaul dengan teman-teman yang mendapatkan predikat “anak gaul” popular, cantik, dan kaya tidak mudah untuk didapat oleh seorang remaja sehingga tidak tanggung-tanggung hanya karena untuk mendapatkan predikat gaul hanya dari kalangan putra dan putrid yang menghambur-hamburkan uang dari orang tuanya untuk hura-hur, shoping atau membeli sesuatu yang tidak terlalu penting semua itu hanya untuk menunjang penampilan agar tampak lebih menarik, selain untuk menunjukkan bahwa dirinya cantik dan menarik remaja putri lebih senang memakai pakaian pas body dan memperlihatkan lekuk tubuh seperti: kaos street, dan rok yang super mini.
Lain remaja putri lain halnya pula dengan remaja putra. Remaja putra tidak terlalu memfokuskan dirinya untuk membeli pakaian –pakaian sedemikian menarik seperti remaja putrid. Sebagian besar remaja putra lebih senang sekali mengikuti gaya rambut masa kini, seperti : potong rambut ala Christian Sugiono dengan cirri khas jabrik keatas, ingat jabrik bukan jambul, kalau jambul sih itu bukan Christian tapi (Gogon) srimulat. Dan potongan rambut ala Samuel Rizal dengan cirri kepala plontos yang baru-baru ini sedang ngetren dikalangan remaja dan banyak digali oleh remaja putri.
Dari segi cara berbicara, remaja masa kini lebih sering menggunakan bahasa yang ringan atau bisa disebut bahasa “gaul”, yang pelafalannya maupun penulisannya tidak baku. Ini biasa digunakan remaja jika mereka sedang berbicara dan berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Namun tidak jarang sebagian besar dari remaja tersebut menggunakan bahasa ala Jakarta seperti “elho dan gue” untuk berkomunikasi. Sehingga tidak hanya remaja Jakarta saja yang terjangkit virus “elho dan gue”, tetapi kota-kota kecil sampai daerah –daerah terpelosok pun juga tidak ketinggalan. Jika masih seperti diatas masih bisa kita anggap wajar atau masih bisa dimaklumi, karena mereka menggunakan sapaan”elho dan gue”. Jika kita hubungkan dalam segi normal, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap norma kesopanan dan norma agama. Pasalnya dalam norma kesopanan terhadap orang yang lebih tua dari kita. Begitu juga halnya dengan norma agama, bahwa seorang anak harus dapat menghormati dan mengasihi orang tua dengan berkata¬-kata yang lembut serta tidak menggertak atau menyakitinya seperti yang telah disebutkan dalam ayat Al-qu’an.

Read more...

MENGURAI PERANAN MAHASISWA DALAM PEMILU 2009

Tinta emas sejarah dunia telah membuktikan dengan catatannya bahwa perubahan sosial dan corak kehidupan masyarakat di berbagai Negara selalu dimotori dan disutradarai oleh pergerakan mahasiswa. Di Indonesia, peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, perjuangan kemerdekaan yang menghasilkan proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945, tritura, sampai kepada penggulingan tampuk kekuasaaan orde baru yang telah menguasai selama 32 tahun adalah merupakan fenomena yang tidak terlepas dari unsur pergerakan mahasiswa.
Membicarakan pergerakan mahasiswa dari masa ke masa memang merupakan suatu hal yang menarik, apalagi kekhasan dalam setiap periodesasi yang dimilikinya. Artinya, dengan catatan sejarah tersebut sangat tidak beralasan jika peran serta mahasiswa hanya dianggap sebagai peran pembantu dalam realita perubahan yang terjadi sampai pada detik ini. Kita sangat yakin, semangat perlawanan itu hadir karena idealismenya yang kokoh dan sensitifitas sosial yang dimiliki.
Reformasi 98 yang menjadi ikon kebangkitan pergerakan mahasiswa telah berhasil mendobrak rezim otoriter dan kemudian melahirkan era demokrasi bagi bangsa Indonesia. Namun demkrasi yang telah ada belum mampu memberikan perubahan yang banyak terhadap bangsa ini, dan bahkan kita rasakan di era demokrasi kita mengalami kegamangan, kegelisahan didalam mengarahkan tujuan kemanakah bangsa ini akan melangkah. Tentunya realita seperti ini sangat mengusik pemikiran, idealisme dan sensitifitas sosial kita sebagai mahasiswa. Lantas yang menjadi pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan bangsa kita masih terseok-seok, tertatih-tatih dalam mengatasi problem yang di hadapi?. Salah satu akar masalah bangsa kita adalah masalah kepemimpinan. Kalau kita kilas balik melihat Reformasi 98. Dalam kontek perubahan, gerakan mahasiswa hanya berhasil mendobrak rezim otoriterian Suharto yang ditandai lengsernya Suharto dari puncak kepemimpinan. Namun keberhasilan gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan melakukan pengiringan proses regenerasi kepemimpinan untuk melahirkan kepemimpinan yang kuat, yang mampu mengatasi sekelumit permasalahan bangsa.
Gerakan mahasiswa harus menerjunkan diri dalam pertarungan 2009.
Keterlibatan gerakan mahasiswa dalam pertarungan 2009 tidak hanya sebatas berangkat dari semangat idealismenya atau hanya sebatas kebanggaan diri di pentas sejarah. Namun ini merupakan bukti tanggung jawab kita sebagi calon pemimpin yang memiliki hak waris terhadap keberlanjutan masa depan bangsa ini. Dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah bukti konkrit tanggung jawab kita terhadap realitas sosial bangsa yang mengalami krisis dan bisa jadi akan berdampak lebih besar dari krisis 1997. Sebagai gerakan mahasiswa, tentunya keterlibatan kita didalam momentum pemilu 2009 tidak lepas dari prinsip gerakan mahasiswa itu sendiri yaitu gerakan moral dan bukanlah melibatkan diri dalam gelanggang pertarungan politik praktis. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Pertama internal. Perlu ada usaha untuk membangun kesatuan diantara gerakan mahasiswa. Yang perlu kita satukan adalah, penyamaan persepsi tentang perlu adanya usaha untuk menyelamatkan nasib bangsa dengan mempercepat lahirnya kepemimpinan yang kuat. Ini bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin dan mahasiswa telah membuktikannya pada momentum revormasi 98 gerakan mahasiswa dapat menyatukan diri, merapatkan barisan dengan satu tujuan menjatuhkan rezim tiran Suharto. Kedua, eksternal.
Sebagai gerakan yang memiliki prinsip gerakan moral pada momentum Pemilu 2009 tentunya gerakan mahasiswa akan mengambil peran diluar gelanggang pertarungan. Gerakan mahasiswa tentunya berkepentingan mengontrol serta mengawasi agar proses yang ada dapat memberikan output berkualitas dengan lahirnya kepemimpin yang kuat. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh gerakan mahasiswa. (1) Melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Dalam demokrasi, masyarakat merupakan instrumen terpenting didalam menentukan seberapa berkualitas hasil yang diperoleh dalam proses tersebut. Karena suara masyarakatlah yang menentukan. Oleh karena itu gerakan mahasiswa harus melihat celah ini dan dapat mengambil peran untuk memberikan sebuah penyadaran/pencerdasan terghadap masyarakat agar tidak salah dalam memilih. (2). Melakukan pengontrolan; di gelanggang pertarungan politik 2009 tentunya banyak aktor-aktor yang akan ikut didalam dinamika tersebut, baik sebagai peserta (partai, caleg, capres dan cawapres) maupun panitia (KPU dan Panwas).
Perlunya Mengadakan Pendidikan Politik Untuk Masyarakat
PEMILU 2009 sudah di depan mata. Geliat politisi dan partai politik pun semakin kentara dan gencar.Upaya penanaman citra dengan tujuan kemenangan pemilu menjadi program utama. Sayangnya, saat ini rakyat Indonesia terlampau muak dengan tingkah elit politik yang munafik. Akhirnya, rakyat lebih memilih menjadi by standers atau menjadi penonton yang pasif yang tak peduli akan nasib negeri sendiri. Situasi tersebut tidak akan terjadi bila rakyat sudah mencapai kedewasaan berpolitik. Rakyat yang tidak antipati terhadap ranah politik akan menyadari bahwa tidak semua politikus di negeri ini memaknai politik sebagai cara merebut kekuasaan. Masih banyak politikus yang memaknai politik sebagai sebuah cara untuk menyejahterakan rakyat. Untuk mencapai kedewasaan politik tersebut, diperlukan pendidikan politik terhadap rakyat.
Pendidikan politik ini tentu menjadi tanggung jawab besar bagi mahasiswa (selain peran aktif dari semua unsur tentunya). Peran mahasiswa yang ada pada middle position menjadi penghubung antara masyarakat dengan pemerintah membuatnya jauh lebih dipercaya dibandingkan para birokrat,apalagi politisi yang namanya sedang hancur lebur. Sayangnya, dewasa ini mayoritas mahasiswa kurang mengerti peranannya tersebut. Kondisi ini berawal dari diterapkannya sistem NKK/BKK pada masa Orde Baru yang diperparah pada masa sekarang dengan “liberalisasi” pendidikan.
Mayoritas mahasiswa sekarang hanya menjadi “budak pasar” yang hanya bangga dengan menyandang gelar tanpa mengerti tugas dan peranannya sebagai intelektual. Mereka lebih memilih menjadi establishmentarians atau safety players tanpa memikirkan kondisi yang terjadi di masyarakat. Akhirnya, pendidikan politik yang peranannya dipegang oleh mahasiswa tidak berjalan karena mayoritas mahasiswa saat ini mengalami impotensi peranan dan disfungsi status. Sejatinya seorang mahasiswa adalah seorang yang memiliki pengetahuan umum secara memadai sehingga mampu menangkap fenomena yang terjadi di masyarakat,bangsa,dan negaranya.Dia tidak hanya mempertahankan gagasannya, tetapi juga mentransformasikannya dalam realitas. Karena itu,pendidikan politik akan lebih efektif bila kita lebih dulu menyadarkan kepada mahasiswa akan arti, tu-gas, dan peranan intelektual.Naguib Mahfouz mengatakan,“ Bila kita menyadari tanggung jawab kita terhadap masyarakat, pencarian makna terhadap perseorangan menjadi kehilangan maknanya sama sekali.
Genderang kompetisi politik menuju pemilu 2009 telah dibunyikan. 34 Parpol akan melewati masa kampanye melelahkan sekitar 9 bulan, dimulai pada 12 Juli 2008 dan berakhir pada 5 April 2009. Tak ayal lagi masyarakat akan dihadapkan pada janji-janji politik yang biasanya manis didengar, tapi dari pengalaman, seringkali dipungkiri. Diperkirakan jumlah mahasiswa Indonesia saat ini sekitar 3,5 juta orang, hanya 1,6 % dari 210 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini kalau dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang memiliki hak pilih (sekitar 180 juta orang), maka persentasenya cuma 1,9 %. Tentu saja dilihat dari segi kuantitas, jumlah ini tidak memberikan perubahan signifikan dalam kalkulasi pemenangan pemilu yang didasarkan pada perolehan suara terbanyak.
Berdasarkan kategori kecendrungan pilihan parpol, kita bisa membagi paling tidak tiga tipologi mahasiswa. Pertama, Mahasiswa Aktivis Parpol, yang telah memiliki pilihan yang jelas, fanatik, dan giat mengajak orang lain untuk memilih parpol yang diusungnya. Kedua, Mahasiswa Apatis/Golput yang melihat pemilu tak lebih dari ajang reguler yang digunakan oleh parpol untuk memperoleh kekuasaan tanpa menghasilkan perubahan apa-apa. Ketiga, Mahasiswa Biasa yang meletakkan pemilu sebagai ajang akbar politik yang mesti diikuti sebagai warga negara yang baik. Posisi strategis mahasiswa berada pada statusnya sebagai kaum terpelajar yang kritis. Demonstrasi adalah salah bentuk dari sikap kritis mahasiswa atas ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di negeri ini. Seringkali atas perannya yang strategis, mahasiswa digadang-gadangkan dengan titel “agent of change”.
Kuantitas kecil, Kualitas Besar
Menuju Pemilu 2009, dengan kuantitas sedikit itu agaknya mahasiswa tidak perlu berkecil hati. Maklumlah selama ini masyarakat kita terlalu mudah dipengaruhi oleh iming-iming janji dan sebungkus nasi, sehingga siapa yang pandai bermulut manis dan memberikan kompensasi ekonomis paling besarlah yang akan dipilih. Seringkali mahasiswa kecewa karena rakyat lebih cendrung kepada calon yang menurut mereka tak layak untuk menang.
Menghadapi situasi ini, sebagai komunitas yang melek teknologi dan mendapatkan informasi yang lebih dari masyarakat biasanya, seharusnya mahasiswa bisa berperan lebih dalam upaya penyadaran politik kepada rakyat. Usaha itu dapat dilakukan dengan memberikan penerangan kepada masyarakat awam (yang merupakan kelas pemilih terbanyak dalam pemilu) tentang sepak terjang parpol dan tokoh-tokoh yang berlomba dalam perebutan kursi legislatif dan eksekutif. Bukan dalam artian sebagai jubir parpol atau calon tertentu, namun lebih kepada pemberian data objektif kepada masyarakat tentang keberadaan dan biografi kontestan, sehingga masyarakat bisa menyalurkan suaranya dengan tepat.
Belakangan ini mahasiswa sering dicibir karena cuma pintar teori tapi miskin aplikasi. Pergaulan yang cendrung eksklusif dan hedonis semakin menguatkan stigma negatif mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mengembalikan bargaining position mahasiswa sebagai motor perbaikan bangsa, agaknya terlibat aktif melakukan kampanye-kampanye penyadaran harus dilakoni sebagai katalisator kampanye retoris ala parpol..
Gerakan mahasiswa harus mengambil peran mengawasi aktor-aktor yang ada dalam aksinya dapat mengedepankan sportifitas, taat pada peraturan yang telah ditetapkan dan tidak melakukan strategi-strategi politik-politik yang kotor serta menerapkan plitik yang konstruktif (membangun). Semoga di momentum pemilu 2009 ini, gerakan mahasiswa dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap kemajuan arah bangsa. Dan tetap mampu memenunjukkan jati dirinya sebagi aktor yang selalu gelisah terhadap realitas sosial yang ada. Terakhir, ada sebuah kata mutiara yang menarik untuk kita cerna, ” jangan pernah menghujat kegelapan, tetapi mari kita nyalakan lilin” Hidup mahasiswa.

Read more...

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP