06 September 2008

Jangan Mem-BLT-kan Zakat


Disaat kenaikan harga BBM yang semakin meningkat, dan pemerintah sudah mulai kebingungan dengan hal apa yang dapat diberikan kepada rakyat, karena program BLT dinilai sudah gagal maka saat inilah gerakan zakat menemukan momentumnya untuk berperan besar mengentaskan rakyat miskin.
Tentu saja, dalam kondisi seperti ini zakat menjadi sangat penting mengingat peruntukan dan pembayarnya sudah sangat jelas. Tentu saja ini gerakan zakat yang dikelola  dengan baik, profesional, dan amanah melalui lembaga-lembaga pengelola zakat. Apalagi dengan didukung jumlah masyarakat muslim di Indonesia dimana 85 % dari 234 juta lebih rakyat Indonesia adalah muslim maka potensi dana dari zakat begitu besar. Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama Ford Foundation yang mengungkapkan potensi dana zakat di Indonesia mencapai Rp.19,3 Triliun dalam bentuk barang (Rp.5,1 T) dan uang (Rp.14,2 T). Sedangkan menurut laporan dari BAZNAS, potensi yang sebegitu besar ini masih 10% saja yang berhasil dikelola oleh berbagai lembaga zakat, sehingga potensi zakat masih sedemikian besarnya
Meskipun begitu besar dana zakat namun dampak dari zakat terutama terhadap penurunan angka kemiskinan kurang Nampak, hal ini karena kebanyakan pembagian zakat di Indonesia masih meniru metode dari BLT (Bantuan Langsung Tunai) dimana kebanyakan zakat di Indonesia masih diberikan langsung dalam bentuk uang utnuk biaya hidup sehari-hari kepada masyarakat yang berhak atau Mustahik. Hal ini dapat diibaratkan seperti memberi ikan kepada orang yang membutuhkan makanan. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa memberi ikan kepada orang yang butuh akan membuat mereka menadahkan tangan secara terus menerus. Dan jika itu menjadi kebiasaan maka mereka akan berpikir bahwa itu adalah hak mereka sebagai rakyat miskin, sehingga dapat menimbulkan mental pengemis kepada masyarakat.
Padahal Zakat, dalam aplikasinya memiliki prinsip yang jelas dalam mengatasi masalah yang ada. Dalam membangun kemandirian, pemberian zakat diberikan kepada mereka yang membutuhkan dengan prinsip “Mengubah mustahik (penerima manfaat/orang yang berhak menerima zakat) menjadi muzakki (orang yang wajib berzakat)”. Ini adalah salah satu upaya penanggulangan masalah yang ‘memberikan kail’ bukan ‘memberikan ikan’ yang memanjakan penerima bantuan. Paradigma mengubah Mustahik menjadi Muzakki ini salah satu contohnya dapat dilakukan dengan memberi zakat dalam bentuk modal usaha.
Zakat dalam bentuk modal usaha ini akan lebih mebuat para Mustahik lebih mempunyai tanggung jawab dalam menggunakan dana yang diberikan oleh para donator atau lembaga amil zakat untuk hal – hal yang berguna seperti mendirikan tempat usaha dan sebagainya yang nantinya akan dapat mengentaskan mereka dari kemiskinan dan dapat mengubah status mereka dari Mustahik menjadi Muzakki. Hal ini karena,zakat dalam bentuk modal usaha ini tidak hanya berorientasi terhadap penyaluran bantuan saja, tetapi juga fokus terhadap substansi persoalan yang dialami oleh masyarakat yaitu pengurangan angka kemiskinan.
Dengan besarnya potensi yang dimiliki oleh zakat ini, Pemerintah sebaiknya juga harus memberikan perhatian lebih kepada aktivis perzakatan yang dengan inovasi dan kreativitasnya mampu melahirkan program-program pendayagunaan dan pemberdayaan masyarakat. Selama ini perhatian pemerintah hanya sebatas memberikan undang-undang tentang zakat yang masih banyak kelemahanya di sana-sini, padahal banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mendorong agar zakat dapat berperan besar dalam upaya pemberantasan kemiskinan seperti mengamandemen undang-undang zakat yang ada, atau bahkan memberikan zakat kementrian tersendiri sehingga lebih mudah dalam mengelola dana dari zakat.
Oleh karena itu, pemerintah harus menghentikan aksi-aksi charity yang bersifat konsumtif, normatif, dan hanya sekadar formalitas. Seperti yang diperlihatkan oleh kebijakan penyaluran BLT yang hanya melahirkan masyarakat yang berlomba-lomba menjadi miskin. Pemberian bantuan secara cuma-cuma yang dilakukan pemerintahan SBY-Kalla harus segera diganti dengan program yang berbasis kemandirian sebagaimana yang terkandung dalam semangat zakat : “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Itu artinya, pemerintah tidak bisa terus-menerus memanjakan rakyat miskin dengan program sosial pengentasan kemiskinan yang melenakan.
*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi UMM

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP