01 Januari 2009

MENCARI SOSOK MAHASISWA MUSLIM NEGARAWAN DALAM RANGKA METAMORFOSIS PEMIMPIN MASA DEPAN INDONESIA

Hakikat Negarawan

Istilah negarawan (statesman) merupakan istilah yang cukup populer. Secara ensiklopedis seorang negarawan biasanya merujuk pada seorang politisi atau tokoh yang berprestasi (berjasa) satu negara yang telah cukup lama berkiprah dan berkarir di kancah politik nasional dan internasional (a statesman is usually a politician or other notable figure of state who has had a long and respected career in politics at national and international level). Tokoh yang berjasa (worthy) pada bangsa/negara tentu merupakan tokoh yang mengabdikan pikiran dan tenaganya bagi kemajuan dan kemakmuran bangsanya.
Negarawan adalah orang yang berjasa dan berkorban demi bangsa dan negaranya, tidak memandang apa latar-belakang politiknya. Idealnya, ketika kader partai, kemudian terpilih menjadi pejabat negara, maka berlakulah adagium ketika tugas negara dimulai, maka kepentingan politik berakhir Artinya, seorang pejabat negara harus berkonsentrasi untuk mengurus negara dengan benar, walaupun tanpa harus menghapuskan identitas latar-belakang politiknya sama sekali. Karena, identitas politik seorang politisi (negarawan) senantiasa melekat padanya. Yang penting, seorang pemimpin politik yang negarawan adalah yang paham betul skala prioritas: mana yang lebih didahulukan (kepentingan bangsa/negara lebih luas) dan yang tidak. Sebagaiman dikutip dari Filosof Aristoteles, bahwa seorang negarawan memiliki karakter moral yang pasti, di mana para pengikutnya dapat meneladaninya dengan sepenuh hati. Seorang negarawan adalah yang memiliki watak yang baik dan senantiasa menjaga citra dirinya dengan melakukan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Deskripsi Muslim Negarawan

Profil muslim negarawan dalam definisi risalah adalah muslim yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan. Ada tiga hal yang merupakan syarat utama munculnya sosok Muslim Negarawan yang memiliki keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya diantaranya adalah mereka yang terlahir dari gerakan Islam yang tertata rapi (quwwah al-munashomat), semangat keimanan yang kuat (ghirah qawiyah) dan kompetensi yang tajam.
Dalam upaya membangun capasitas personal (personal capacity building) muslim negarawan, maka perlu adanya pembangunan kompetensi kritis. Secara aplikatif sosok kader muslim negarawan harus memiliki kompetensi kritis yang harus dilatih sejak dini. Kompetensi kritis ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki kader atau mahasiswa yang dirancang sesuai kebutuhan masa depan sebagaimana yang dirumuskan di antaranya sebagai berikut ini: 1) Pengetahuan Ke-Islam-an, Kader harus memiliki ilmu pengetahuan dasar keislaman, ilmu alat Islam, dan wawasan sejarah dan wacana keislaman. Pengetahuan ini harus dimiliki agar kader memiliki sistem berpikir Islami dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara pandang Islam. 2)Kredibilitas Moral, Kader memiliki basis pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistensi dakwah Islam. Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan manhaj tarbiyah Islamiyah serta implementasinya dalam gerakan (tarbiyah Islamiyah harakiyah). 3)Wawasan ke-Indonesia-an, Kader memiliki pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan bangsa, sehingga kader yang dihasilkan dalam proses kaderisasi selain memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi praktis dan komprehensif. Wawasan ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an, realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner. 5)Kepakaran dan profesionalisme, Kader wajib menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah syarat mutlak yang kelak menjadikan kader dan gerakan menjadi referensi yang ikut diperhitungkan publik. 6)Kepemimpinan,Kompetensi kepemimpinan yang dibangun kader adalah kemampuan memimpin gerakan dan perubahan yang lebih luas. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, kader pun memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan terjadi akselerasi perubahan.6)Diplomasi dan Jaringan, Kader adalah mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan mengkomunikasikan fikrah atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.

Mahasiwa Sebagai Muslim Negarawan
Setelah kita memahami tentang deskripsi profil muslim negarawan, maka pertanyaan radikal yang patut kita lontarkan adalah, dimana letak relevansinya antara muslim negarawan dengan mahasiwa. Relevansi antara keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Dalam kapsitas sebagai mahasiswa islam, Kita memahami bahwa mahasiswa selalu terdepan menanggapi perubahan sosial-politik pemerintahan. Lebih-lebih keberhasilannya mendobrak kebekuan demokrasi untuk kesekian kali, puncaknya kejatuhan "parlemen diktaktoriat" Soeharto dari kursi tahta pemerintahan setelah 32 tahun tiada kekuatan sosial satu pun yang mampu mengusiknya (Nur Elya Anggraini/11/09/04). kelompok mahasiswa revolusioner ini dianggap mewakili sosok ideal pahlawan masa kini. Bukan lantaran penegakan reformasi sekarang ini berjalan tersendat-sendat. Atau, hilangnya idealisme mahasiswa menjunjung kebenaran dan keadilan. Melainkan, latar belakang mahasiswa yang terlibat hedonisme, seks bebas, narkoba dan perilaku-perilaku negative lainnya. Memang benar, tidak ada gading yang tak retak. Artinya, segala sesuatunya pasti memiliki kekurangan dan kebaikan masing-masing. Namun, tidak kita tidak bisa mengagung-agungkan seseorang atau sekelompok orang sebagai pahlawan bila latar belakang kehidupannya penuh diwarnai perilaku negatif. Sebab perjuangan seorang pahlawan tak dapat dipisahkan dari perilakunya. Dikhawatirkan, segala tingkah laku seorang pahlawan seringkali akan diikuti oleh "pemujanya". Apalagi mereka yang sedang dalam proses pencarian jat idiri seperti remaja. Lantas, bagaimana mencari sosok negarawan bagi kaum muda? Idealnya, sosok negarawan nasional-lah yang dapat menjawab pertanyaan ini. Sebab, negarawan nasional umumnya mewarisi karakteristik yang ideal. Ia bertanggung jawab secara moral dan ideologis (agama), menerapkan prinsip solidaritas-etis, berani mempertahankan kebenaran dan keadilan meski dalam kondisi-kondisi yang terjepit,disiplin tinggi serta sadar akan iptek sebagaimana yang dicontohkan oleh Tan Malaka. Nah, dari sini kita diharapkan mulai berhati-hati mencari sosok dan memberikan status pahlawan di kemudian hari. Sebab, pengalaman di era orba (Orde Baru) banyak gelar kehormatan negarawan diberikan begitu saja untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan penguasa. Amat disayangkan, di jaman reformasi ini sedikit sekali perhatian besar pemerintah untuk menelaah kembali gelar kepahlawanan sarat kontroversi itu. Terbukti, niat baik upaya pelurusan sejarah peristiwa-peristiwa besar beserta kehidupan para negarawan nasional belum juga ditunjukkan. Padahal ini sangat penting untuk mendidik generasi bangsa akibat mulai "lunturnya" sosok pahlawan sebagai figur panutan karena pengaruh-pengaruh luar (asing). Akhirnya, tugas penting mahasiswa adalah (kaum muda) adalah mengisi kemerdekaan ini mengingat jerih payah dan pengorbanan pahlawan nasional tiada dibandingkan oleh bentuk apapun. Oleh karena itu, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang cerdas, intelektual, adil dan makmur serta menjunjung supremasi hukum. Sudah semestinya, kaum muda merelakan status simbol kepahlawanannya yng dimilikinya agar tidak terjebak sifat narsistik yang berlebihan. Sebab, bumi pertiwi masih menunggu sumbang asih intelektualisme kaum muda baik langsung maupun tidak langsung.
Bercermin dari Kenegarawanan Para Pemimpin Terdahulu
Sejak kemerdekaan dan sepanjang pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dilakukan, maka sesungguhnya telah banyak tercatat teladan-teladan pemimpin negarawan yang semestinya harus kita tiru dan amalkan. Terhadap para Bapak Bangsa (The Founding Fathers) dan segenap tokoh yang terlibat tidak langsung dalam kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, kita dapat mencatat adanya semangat mereka yang amat luar biasa di dalam mengorbankan kepentingan diri pribadi dan kelompok bagi berdirinya sebuah negara bangsa: Republik Indonesia. Para pendiri Bangsa adalah negarawan-negarawan sejati, yang satu sama lain saling berkoran dan bekerjasama demi hadirnya sebuah bangsa yang lepas dari penjajahan.
Sepanjang era pascakemerdekaan hingga kini, kita telah mencatat beberapa segi baik yang ditinggalkan para negarawan kita, bahwa seorang pemimpin (politik) yang negarawan, memiliki karakter kepemimpinan yang kuat serta komitmen kebangsaan yang tegas; sederhana dan senantiasa berupaya menjadi teladan yang baik bagi yang dimpimpin; mampu memberikan motivasi pada rakyat untuk senantiasa optimis (tidak putus asa) dan mampu memecahkan masalah; mampu mengayomi rakyat secara adil dan tidak sewenang-wenang; dan mampu mengembangkan kerjasama secara sinergis antarelemen politik (sosial) yang ada di dalam masyarakat/bangsa yang majemuk. Sudah semestinya sifat-sifat kenegarawanan para pemimpin kita terdahulu perlu diinternalisasikan ke dalam tiap diri para pemimpin dan calon-calon pemimpin kita saat ini. Bangsa ini butuh keteladanan dan sikap-sikap kenegarawanan yang lain. Mudah-mudahan kita selalu mampu mengambil hikmah dari para pemimpin-pemimpin kita di masa lalu, dan menjadi inspirasi bagi masa depan bangsa.

(Tulisan ini merupakan karya tulis dalam rangka LKTM Student Day UMM 2008)

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP