18 Juni 2009

IMPLIKASI PEMBANGUNAN DAN BANTUAN




Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terncana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Bangsa Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mencantumkan tujuan pembangunan nasionalnya. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini. Berbagai teori tentang pembangunan telah banyak dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat, salah satunya yang juga dianut oleh Bangsa Indonesia dalam program pembangunannya adalah teori modernisasi. Modernisasi merupakan tanggapan ilmuan sosial barat terhadap tantangan yang dihadapi oleh negara dunia kedua setelah berakhirnya Perang Dunia II.
             Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba.
 Bantuan Untuk Pembangunan
 
            Pembangunan ala modernisasi tidak dapat lepas dari bantuan negara maju. Program bantuan berawal dari kebijakan Marshall Plann yang diambil oleh Amerika Serikat untuk membangun kembali Eropa Barat yang lemah dalam hal ekonomi sebagai akibat dari Perang Dunia II. Pada masa ini, Amerika Serikat berhasil mengambil peran yang dominan dalam percaturan ekonomi dan politik dunia. Bantuan yang ditawarkan oleh Amerika juga mempunyai misi politik yaitu untuk membendung kekuatan ideologi komunis yang berkembang pesat. Terlebih lagi pada masa itu banyak bermunculan negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Perang ideologi menjadi sebuah alasan bagi Amerika Serikat untuk mencari “sekutu” baru dan membendung kekuatan komunis.            Kemunculan negara maju setelah Amerika Serikat menerapkan Marshall Plan membawa dampak pada semakin banyaknya negara donor yang bersedia untuk memberikan bantuan kepada negara miskin. Bantuan negara maju tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, yang menghegemoni negara miskin dan negara berkembang. Gejala bantuan asing semakin meningkat tajam seiring tumbuhnya industri besar yang mampu memperkerjakan pekerja dan mengakumulasi modal  dalam jumlah yang besar. Terlebih lagi dengan kegagalan negara miskin dalam melaksanakan pembangunan pasca kemerdekaannya.Berbagai bantuan asing berkembang melalui organisasi nasional maupun internasional untuk membantu berbagai program yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Program tersebut terkadang juga diwujudkan dalam proyek-proyek pembangunan fisik untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat negara berkembang. Namun demikian, bantuan asing ini tidak lepas dari misi politik negara maju. Tekanan politik diberikan kepada negara penerima bantuan yang diarahkan pada kepentingan ekonomi dan politik dalam negeri negara maju. Negara-negara Eropa Barat berusaha memperkokoh pengaruhnya pada bekas negara jajahan melalui program bantuan ini, sedangkan Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk tetap mendominasi dalam percaturan dunia internasional. Bantuan antar pemerintah dalam bentuk hutang luar negeri menjadi sebuah pilihan rasional negara miskin dibandingkan hutang dari pihak swasta melalui bank internasional yang lebih bersifat komersial dengan bunga yang relatif tinggi. Terdapat tiga ciri bantuan asing yang menyebabkan negara miskin lebih tertarik untuk mendapatkannya dibandingkan dengan mencari investasi swasta asing, yaitu :
Bantuan asing tersebut dapat digunakan untuk pembangunan sarana sosial yang secara ekonomi dianggap kurang menguntungkan bagi investor. Bantuan asing lebih mudah dikontrol oleh pemerintah untuk menjamin kepastian penggunaannya sesuai tujuan pemerintah. Bantuan asing dapat diperoleh dari donor dalam berbagai bentuk dan berbagai syarat yang dapat dinegosiasikan dibandingkan dengan investasi swasta serta yang tak kalah pentingnya tingkat bunga yang jauh lebih rendah. Namun kenyataan yang ada menunjukkan bahwa dengan tingkat bunga yang rendah tersebut, negara miskin masih mengalami kesulitan untuk membayar hutang luar negeri. Beban hutang luar negeri semakin lama semakin besar dan menjadi ciri tersendiri bagi pembangunan pada negara dunia ketiga. Bantuan luar negeri dan invastasi swasta asing sebenarnya merupakan sebuah sinergi karena sebagian besar bantuan asing membawa keuntungan komersial bagi perusahaan yang berada di negara donor. Berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh negara miskin sebagian besar menggunakan tenaga ahli dan teknologi yang juga berasal dari negara donor.Bantuan Untuk Pengembangan KelembagaanSelama ini di desa telah ada seperangkat lembaga-lembaga yang muncul dan timbul dari inisiatif masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya. Umumnya lembaga-lembaga lokal ini masih bersifat sangat tradisional dengan berbagai kekurangankekurangan yang ada dari segi organisasi atau kelembagaan modern. Padahal di sisi lain pemerintah sebagai Stakeholder dari program pembangunan sangat memerlukan lembaga yang sangat mumpuni untuk menjadi wadah atau saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan pedesaan. Berpijak pada realita semacam inilah maka pemerintah pun mengeluarkan kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern dalam rangka pelaksanaan pembangunan di pedesaan dengan pertimbangan, bahwa lembaga kemasyarakatan modern yang dibikin pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk kegiatan pembangunan akan lebih memberikan peluang besar guna keberhasilan pembangunan itu sendiri dari pada pemerintah menggunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada yang umumnya bercorak kultural, agamis dan tradisional.Selama kurun waktu yang panjang lembaga donor internasional mengakui akan pentingnya pengembangan kelembagaan untuk mencapai tujuan pembangunan. AUSAID dan Bank Dunia telah memberikan pembuktian terhadappentingnya pengembangan kelembagaan ini, bahkan seringkali proyek yang mengabaikan pengembangan kelembagaan berakhir pada kegagalan. Sebagian besar lembaga donor hanya berkonsentrasi pada pengembangan kelembagaan di tingkat pusat saja. Pemerintah dipandang sebagai sebuah lembaga yang paling mudah disentuh serta merupakan lembaga yang telah memiliki kemampuan dalam manajemen organisasi. Lembaga di tingkat lokal dianggap sebagai bagian “nomer dua” saja dibandingkan lembaga di tingkat pusat atau nasional. Lembaga lokal ini hanya memainkan sedikit peran serta mendapatkan alokasi sumberdaya yang sangat terbatas. Pengembangan kelembagaan mengacu pada proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga dalam mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dan keuangan yang ada. Berbagai istilah akan muncul, namun demikian semuanya memiliki tujuan peningkatan efektifitas penggunaan sumberdaya suatu negara sehingga pembangunan yang dijalankan akan dapat berhasil. Pengembangan kelembagaan telah manjadi bagian dari strategi pembangunan pada berbagai negara seiring dengan desakan kalangan LSM. Rockfeller dan Ford Foundation telah memiliki program pengembangan kelambagaan pada tahun 1950-an dan 1960-an, demikian pula dengan USAID yang juga mempunyai program serupa pada dekade setelahnya.         Pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap proyek pembangunan yang didanai oleh Bank Dunia. Selain membangun dalam bentuk sarana dan prasarana fisik, terdapat cakupan lain yang termasuk dalam aspek pengembangan kelembagaan, walaupun masih sangat kecil. Berbeda halnya apabila proyek pembangunan tersebut bersifat investasi di bidang jasa seperti penyuluhan pertanian, kesehatan atau pendidikan, muatan pengembangan kelembagaan menjadi bagian yang menjadi perhatian besar. Kesulitan yang dihadapi disini adalah pembangunan fisik ternyata jauh lebih mudah dibandingkan dengan pengembangan kelembagaan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa komponen fisik pada suatu program pembangunan memiliki tingkat keberhasilan dua kali dibandingkan dengan komponen pembangunan kelembagaan. Kegagalan ini kemudian menyebabkan banyak praktisi pembangunan yang mencoba untuk mengabaikan masalah kelembagaan sebagai aspek penentu keberhasilan proyek pembanguan. Kelembagaan menjadi aspek yang dianggap tidak terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan investasi, pendidikan bahkan hingga perubahan budaya masyarakat. Bahkan, banyak pula yang menghilangkan aspek kelembagaan yang dinilai tidak dapat dikuantifikasi dan menggantikannya dengan faktor lain yang dapat dengan mudah dikuantifikasi menjadi berbagai formula. Terdapat dua alasan yang mendasari hilangnya aspek kelembagaan dalam analisi ahli pembangunan, antara lain :
 1.      Pendekatan pembangunan selama ini menggunakan perspektif ekonomi yang selalu berpikir pada efisiensi penggunaan sumberdaya.
 2.     Kelembagaan merupakan persoalan yang rumit untuk dijelaskan. Perkembangan ilmu manajemen dan administrasi pembangunan pun belum mampu menyentuhnya terlebih pada negara berkembang.
  Kegagalan Bantuan dalam Memacu Pertumbuhan
 
            Bantuan asing yang mengalir kepada negara maju dianggap gagal dalam memacu kemandirian ekonomi negara miskin. Bantuan dianggap sebagai salah satu strategi untuk mengatasi kekurangan investasi dan sebagai devisa untuk membayar kebutuhan teknologi bagi negara dunia ketiga. Teknologi tinggi yang dihasilkan oleh negara maju dapat “ditransfer” pada negara miskin melalui “pembelian” dengan menggunakan dana bantuan tersebut. Teknologi menjadi sebuah keharusan bagi pembangunan ala modernisasi untuk mengembangkan industri dan pertanian di negara miskin. Bantuan asing merupakan sarana untuk mencapai pertumbuhan pada beberapa sektor yang diharapkan mampu memberikan dampak pada sektor ekonomi. Keberhasilan program bantuan diukur melalui peningkatan GNP negara miskin. Permasalahan kemudian timbul ketika GNP berhasil meningkat namun dibarengi pula oleh peningkatan angka pengangguran dan permasalahan kependudukan lainnya seperti kemiskinan dan gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan GNP tidak dibarengi dengan perbaikan standar hidup masyarakat.Bentuan asing cenderung lebih menguntungkan negara donor dibandingkan dengan negara penerima. Bantuan asing pada beberapa proyek sebagian besar kembali ke negara donor melalui pembelian teknologi serta pembayaran tenaga ahli. Negara miskin yang dicirikan oleh jumlah penduduk besar serta tingkat pendidikan dan angka pengangguran tinggi kurang tepat apabila dipaksa untuk mengadopsi teknologi tinggi pada industri dan pertaniannya. Teknologi tinggi cenderung lebih padat modal serta menggantikan tenaga kerja manusia dengan mesin-mesin industri, hal yang sama terjadi pula pada bidang pertanian melalui mekanisasi pertanian. Jumlah pengangguran akan semakin meningkat apalagi dengan tidak didukungnya sektor informal dalam program pembangunan dengan biaya donor ini. Kasus yang lebih menyedihkan lagi adalah bantuan pangan pada negara miskin. Amerika Serikat sebagai negara pencetus ide bantuan pangan meraup keuntungan yang berlipat ganda melalui programnya ini. Surplus produksi pangan Amerika Serikat terutama gandum memerlukan saluran pemasaran baru. Usaha pemasaran langsung dianggap lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan teknologi penyimpanan yang membutuhkan biaya besar. Produksi yang melimpah menyebabkan pasar tidak mampu menerimanya sehingga Amerika Serikat berusaha memperluas pasar ke negara dunia ketiga melalui kedok bantuan. Negara dunia ketiga “terbujuk” dengan harga yang murah, padahal secara tidak sadar mereka telah menjadi pasar baru produk pertanian Amerika Serikat. Negara dunia ketiga tidak hanya menjadi pasar produk pertanian namun juga pasar teknologi penyimpanan dan transportasi.

    Penutup
             Ketika berbicara tentang bantuan kita tidak saja membicarakan bantuan asing terutama dari negara maju kepada negara miskin. Bantuan pemerintah kepada masyarakat dapat dianggap sebagai pola yang sama dengan bantuan asing. Keduanya menyebabkan ketergantungan dan tidak mampu mencapai kemandirian. Berbagai proyek pembangunan yang dilaksanakan pemerintah saat ini telah sedikit berubah dengan meninggalkan konsep “bantuan”. Bantuan tidak lagi menjadi sebuah “kewajiban” dalam pelaksanaan pembangunan. Perencana pembangunan tentunya harus lebih cerdas dalam mendefinisikan bantuan seperti halnya kata pepatah “lebih baik memberi kail daripada memberi ikan kepada si miskin”.hubungan internasional di masa-masa mendatang akan semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan internasional baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi domestik suatu negara. Masalah-masalah dalam negeri saat ini, seperti krisis perekonomian nasional, citra yang telah terpuruk, dan timbulnya separatisme merupakan contoh jelas dari saling berkaitnya antara masalah eksternal dan internal tersebut. Pada tataran nasional, tugas utama yang harus dijalankan politik luar negeri RI adalah mempercepat upaya pemulihan perekonomian nasional, memperbaiki citra yang telah terpuruk karena berbagai pelanggaran HAM, serta mengatasi masalah-masalah separatisme. Dengan memadukan upaya di tingkat nasional dengan peningkatan kerjasama di tingkat internasional dengan berbagai negara merupakan langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP