01 Februari 2009

MENGURAI PERANAN MAHASISWA DALAM PEMILU 2009

Tinta emas sejarah dunia telah membuktikan dengan catatannya bahwa perubahan sosial dan corak kehidupan masyarakat di berbagai Negara selalu dimotori dan disutradarai oleh pergerakan mahasiswa. Di Indonesia, peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, perjuangan kemerdekaan yang menghasilkan proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945, tritura, sampai kepada penggulingan tampuk kekuasaaan orde baru yang telah menguasai selama 32 tahun adalah merupakan fenomena yang tidak terlepas dari unsur pergerakan mahasiswa.
Membicarakan pergerakan mahasiswa dari masa ke masa memang merupakan suatu hal yang menarik, apalagi kekhasan dalam setiap periodesasi yang dimilikinya. Artinya, dengan catatan sejarah tersebut sangat tidak beralasan jika peran serta mahasiswa hanya dianggap sebagai peran pembantu dalam realita perubahan yang terjadi sampai pada detik ini. Kita sangat yakin, semangat perlawanan itu hadir karena idealismenya yang kokoh dan sensitifitas sosial yang dimiliki.
Reformasi 98 yang menjadi ikon kebangkitan pergerakan mahasiswa telah berhasil mendobrak rezim otoriter dan kemudian melahirkan era demokrasi bagi bangsa Indonesia. Namun demkrasi yang telah ada belum mampu memberikan perubahan yang banyak terhadap bangsa ini, dan bahkan kita rasakan di era demokrasi kita mengalami kegamangan, kegelisahan didalam mengarahkan tujuan kemanakah bangsa ini akan melangkah. Tentunya realita seperti ini sangat mengusik pemikiran, idealisme dan sensitifitas sosial kita sebagai mahasiswa. Lantas yang menjadi pertanyaannya adalah apa yang menyebabkan bangsa kita masih terseok-seok, tertatih-tatih dalam mengatasi problem yang di hadapi?. Salah satu akar masalah bangsa kita adalah masalah kepemimpinan. Kalau kita kilas balik melihat Reformasi 98. Dalam kontek perubahan, gerakan mahasiswa hanya berhasil mendobrak rezim otoriterian Suharto yang ditandai lengsernya Suharto dari puncak kepemimpinan. Namun keberhasilan gerakan mahasiswa tidak diiringi dengan melakukan pengiringan proses regenerasi kepemimpinan untuk melahirkan kepemimpinan yang kuat, yang mampu mengatasi sekelumit permasalahan bangsa.
Gerakan mahasiswa harus menerjunkan diri dalam pertarungan 2009.
Keterlibatan gerakan mahasiswa dalam pertarungan 2009 tidak hanya sebatas berangkat dari semangat idealismenya atau hanya sebatas kebanggaan diri di pentas sejarah. Namun ini merupakan bukti tanggung jawab kita sebagi calon pemimpin yang memiliki hak waris terhadap keberlanjutan masa depan bangsa ini. Dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah bukti konkrit tanggung jawab kita terhadap realitas sosial bangsa yang mengalami krisis dan bisa jadi akan berdampak lebih besar dari krisis 1997. Sebagai gerakan mahasiswa, tentunya keterlibatan kita didalam momentum pemilu 2009 tidak lepas dari prinsip gerakan mahasiswa itu sendiri yaitu gerakan moral dan bukanlah melibatkan diri dalam gelanggang pertarungan politik praktis. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Pertama internal. Perlu ada usaha untuk membangun kesatuan diantara gerakan mahasiswa. Yang perlu kita satukan adalah, penyamaan persepsi tentang perlu adanya usaha untuk menyelamatkan nasib bangsa dengan mempercepat lahirnya kepemimpinan yang kuat. Ini bukanlah sesuatu hal yang tidak mungkin dan mahasiswa telah membuktikannya pada momentum revormasi 98 gerakan mahasiswa dapat menyatukan diri, merapatkan barisan dengan satu tujuan menjatuhkan rezim tiran Suharto. Kedua, eksternal.
Sebagai gerakan yang memiliki prinsip gerakan moral pada momentum Pemilu 2009 tentunya gerakan mahasiswa akan mengambil peran diluar gelanggang pertarungan. Gerakan mahasiswa tentunya berkepentingan mengontrol serta mengawasi agar proses yang ada dapat memberikan output berkualitas dengan lahirnya kepemimpin yang kuat. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh gerakan mahasiswa. (1) Melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Dalam demokrasi, masyarakat merupakan instrumen terpenting didalam menentukan seberapa berkualitas hasil yang diperoleh dalam proses tersebut. Karena suara masyarakatlah yang menentukan. Oleh karena itu gerakan mahasiswa harus melihat celah ini dan dapat mengambil peran untuk memberikan sebuah penyadaran/pencerdasan terghadap masyarakat agar tidak salah dalam memilih. (2). Melakukan pengontrolan; di gelanggang pertarungan politik 2009 tentunya banyak aktor-aktor yang akan ikut didalam dinamika tersebut, baik sebagai peserta (partai, caleg, capres dan cawapres) maupun panitia (KPU dan Panwas).
Perlunya Mengadakan Pendidikan Politik Untuk Masyarakat
PEMILU 2009 sudah di depan mata. Geliat politisi dan partai politik pun semakin kentara dan gencar.Upaya penanaman citra dengan tujuan kemenangan pemilu menjadi program utama. Sayangnya, saat ini rakyat Indonesia terlampau muak dengan tingkah elit politik yang munafik. Akhirnya, rakyat lebih memilih menjadi by standers atau menjadi penonton yang pasif yang tak peduli akan nasib negeri sendiri. Situasi tersebut tidak akan terjadi bila rakyat sudah mencapai kedewasaan berpolitik. Rakyat yang tidak antipati terhadap ranah politik akan menyadari bahwa tidak semua politikus di negeri ini memaknai politik sebagai cara merebut kekuasaan. Masih banyak politikus yang memaknai politik sebagai sebuah cara untuk menyejahterakan rakyat. Untuk mencapai kedewasaan politik tersebut, diperlukan pendidikan politik terhadap rakyat.
Pendidikan politik ini tentu menjadi tanggung jawab besar bagi mahasiswa (selain peran aktif dari semua unsur tentunya). Peran mahasiswa yang ada pada middle position menjadi penghubung antara masyarakat dengan pemerintah membuatnya jauh lebih dipercaya dibandingkan para birokrat,apalagi politisi yang namanya sedang hancur lebur. Sayangnya, dewasa ini mayoritas mahasiswa kurang mengerti peranannya tersebut. Kondisi ini berawal dari diterapkannya sistem NKK/BKK pada masa Orde Baru yang diperparah pada masa sekarang dengan “liberalisasi” pendidikan.
Mayoritas mahasiswa sekarang hanya menjadi “budak pasar” yang hanya bangga dengan menyandang gelar tanpa mengerti tugas dan peranannya sebagai intelektual. Mereka lebih memilih menjadi establishmentarians atau safety players tanpa memikirkan kondisi yang terjadi di masyarakat. Akhirnya, pendidikan politik yang peranannya dipegang oleh mahasiswa tidak berjalan karena mayoritas mahasiswa saat ini mengalami impotensi peranan dan disfungsi status. Sejatinya seorang mahasiswa adalah seorang yang memiliki pengetahuan umum secara memadai sehingga mampu menangkap fenomena yang terjadi di masyarakat,bangsa,dan negaranya.Dia tidak hanya mempertahankan gagasannya, tetapi juga mentransformasikannya dalam realitas. Karena itu,pendidikan politik akan lebih efektif bila kita lebih dulu menyadarkan kepada mahasiswa akan arti, tu-gas, dan peranan intelektual.Naguib Mahfouz mengatakan,“ Bila kita menyadari tanggung jawab kita terhadap masyarakat, pencarian makna terhadap perseorangan menjadi kehilangan maknanya sama sekali.
Genderang kompetisi politik menuju pemilu 2009 telah dibunyikan. 34 Parpol akan melewati masa kampanye melelahkan sekitar 9 bulan, dimulai pada 12 Juli 2008 dan berakhir pada 5 April 2009. Tak ayal lagi masyarakat akan dihadapkan pada janji-janji politik yang biasanya manis didengar, tapi dari pengalaman, seringkali dipungkiri. Diperkirakan jumlah mahasiswa Indonesia saat ini sekitar 3,5 juta orang, hanya 1,6 % dari 210 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini kalau dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang memiliki hak pilih (sekitar 180 juta orang), maka persentasenya cuma 1,9 %. Tentu saja dilihat dari segi kuantitas, jumlah ini tidak memberikan perubahan signifikan dalam kalkulasi pemenangan pemilu yang didasarkan pada perolehan suara terbanyak.
Berdasarkan kategori kecendrungan pilihan parpol, kita bisa membagi paling tidak tiga tipologi mahasiswa. Pertama, Mahasiswa Aktivis Parpol, yang telah memiliki pilihan yang jelas, fanatik, dan giat mengajak orang lain untuk memilih parpol yang diusungnya. Kedua, Mahasiswa Apatis/Golput yang melihat pemilu tak lebih dari ajang reguler yang digunakan oleh parpol untuk memperoleh kekuasaan tanpa menghasilkan perubahan apa-apa. Ketiga, Mahasiswa Biasa yang meletakkan pemilu sebagai ajang akbar politik yang mesti diikuti sebagai warga negara yang baik. Posisi strategis mahasiswa berada pada statusnya sebagai kaum terpelajar yang kritis. Demonstrasi adalah salah bentuk dari sikap kritis mahasiswa atas ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di negeri ini. Seringkali atas perannya yang strategis, mahasiswa digadang-gadangkan dengan titel “agent of change”.
Kuantitas kecil, Kualitas Besar
Menuju Pemilu 2009, dengan kuantitas sedikit itu agaknya mahasiswa tidak perlu berkecil hati. Maklumlah selama ini masyarakat kita terlalu mudah dipengaruhi oleh iming-iming janji dan sebungkus nasi, sehingga siapa yang pandai bermulut manis dan memberikan kompensasi ekonomis paling besarlah yang akan dipilih. Seringkali mahasiswa kecewa karena rakyat lebih cendrung kepada calon yang menurut mereka tak layak untuk menang.
Menghadapi situasi ini, sebagai komunitas yang melek teknologi dan mendapatkan informasi yang lebih dari masyarakat biasanya, seharusnya mahasiswa bisa berperan lebih dalam upaya penyadaran politik kepada rakyat. Usaha itu dapat dilakukan dengan memberikan penerangan kepada masyarakat awam (yang merupakan kelas pemilih terbanyak dalam pemilu) tentang sepak terjang parpol dan tokoh-tokoh yang berlomba dalam perebutan kursi legislatif dan eksekutif. Bukan dalam artian sebagai jubir parpol atau calon tertentu, namun lebih kepada pemberian data objektif kepada masyarakat tentang keberadaan dan biografi kontestan, sehingga masyarakat bisa menyalurkan suaranya dengan tepat.
Belakangan ini mahasiswa sering dicibir karena cuma pintar teori tapi miskin aplikasi. Pergaulan yang cendrung eksklusif dan hedonis semakin menguatkan stigma negatif mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mengembalikan bargaining position mahasiswa sebagai motor perbaikan bangsa, agaknya terlibat aktif melakukan kampanye-kampanye penyadaran harus dilakoni sebagai katalisator kampanye retoris ala parpol..
Gerakan mahasiswa harus mengambil peran mengawasi aktor-aktor yang ada dalam aksinya dapat mengedepankan sportifitas, taat pada peraturan yang telah ditetapkan dan tidak melakukan strategi-strategi politik-politik yang kotor serta menerapkan plitik yang konstruktif (membangun). Semoga di momentum pemilu 2009 ini, gerakan mahasiswa dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap kemajuan arah bangsa. Dan tetap mampu memenunjukkan jati dirinya sebagi aktor yang selalu gelisah terhadap realitas sosial yang ada. Terakhir, ada sebuah kata mutiara yang menarik untuk kita cerna, ” jangan pernah menghujat kegelapan, tetapi mari kita nyalakan lilin” Hidup mahasiswa.

2 komentar:

berjalanmelihatmerenung 12:26 AM  

tfs

saya kopi, ya.

Anonim 3:14 PM  

mas, makasih banget,tulisan mas secara g' lansung dah ngringanin tugas Q buat cari bahan referensi tugas kuliah. Kita satu pabrik lhoo. Pbrik UMM maksudnya.he..he...jadi g' pa2 ya mas, Q kopi artikelnya.oy, sbgai saudara sperjuangan nas bs slturrohim ke alamt ne:www.elhadaakhwat.blogspot.com
key...maksh ya mas...Jazakallah kahoer..

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP