17 Agustus 2008

DARI UJIAN NEGARA KE UJIAN NASIONAL


Indonesia bisa menjadi contoh menarik adanya beragam pola ujian nasional di sekolah. Sebut saja sejak era 1945-1969, siswa saat itu mengenal Ujian Negara. Berturut-turut setelah itu ada Ujian Sekolah (1970-1982), Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (1983-2002), Ujian Akhir Nasional (2003-2005) hingga yang terakhir Ujian Nasional, mulai 2006 lalu.

Ujian Negara dianggap unggul dalam mengendalikan standar mutu lulusan. Siswa yang lulus mutunya benar-benar bagus. Namun, ahli pendidikan menilai standar tinggi Ujian Negara hanya sah diberlakukan bila seluruh sarana dan prasarana sekolah sama atau memenuhi standar kelayakan. Akibatnya, cukup banyak siswa dari kelas bawah tidak lulus.

Ujian Sekolah merupakan kebalikan total dari Ujian Negara. Sayangnya, teori para ahli pendidikan pendukung model ini, tak sejalan di lapangan. Otonomi penuh sekolah justru menjadikan sekolah seenaknya memberi nilai murid-muridnya. Siswa gampang sekali lulus, bahkan lulus 100%. Fungsi eksternal penilaian sebagai pengendali mutu lulusan menjadi hilang.

Babak berikutnya paduan Ujian Negara dan Ujian Sekolah, yakni Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional alias Ebtanas. Mata pelajaran yang diujikan secara nasional enam sampai tujuh. Sisanya, berupa ujian sekolah. Hasil ujian nasional itu disebut Nilai Ebtanas Murni (NEM). Namun, NEM tak ubahnya macan ompong. Lulusan 100% mudah dicapai. Namun, buntutnya mutu lulusan rendah dan terjadi mark up nilai.

Ujian Akhir Nasional hampir mirip dengan model Ujian Nasional. Perbedaan sangat mendasar adalah nilai ujian nasional menentukan kelulusan. Sekolah tidak bisa main-main mengutak-atik nilai. Fungsi pengendali mutu lulusan dan praktik mark up nilai berhasil diterapkan. Kelemahanya, angka kelulusan menjadi lebih rendah.

Pada Ujian Nasional 2006, ketika angka batas lulus dinaikan menjadi 4,5 ternyata diimbangi jumlah kelulusan. Presentase kelulusan peserta ujian yang terdiri atas siswa sekolah menengah atas, madrasah aliyah, dan sekolah menengah kejuruan meningkat drastis, mencapai lebih dari 90%.

Rembuk Nasional Pendidikan 2007, April lalu, menggulirkan keputusan anyar. Jenjang SD mulai 2008/2009 menerapkan Ujian Nasional yang juga menjadi penentu kelulusan. Banyak kalangan khawatir Ujian Nasional SD bisa berdampak mengurangi angka partisipasi murni (APM) jenjang SMP. Padahal, pemerintah menargetkan terpenuhinya Wajib Belajar 9 Tahun pada 2008.

0 komentar:

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP